Ludwig vanBeethoven, Komponis yang Tuli
Ludwig
vanBeethoven (dibaptis 17 Desember 1770, wafat 26 Maret 1827 di Wina) merupakan
seorang komponis musik klasik dari Bonn, Jerman. Ia adalah pianis yang sangat
berbakat, musiknya sangat memukau dan orisinil. Ia dipandang sebagai satu
komponis yang terbesar dan merupakan tokoh penting dalam masa peralihan antara
Zaman Klasik dan Zaman Romantik. Ia merupakan orang terakhir dalam tiga
serangkai komponis klasik dari Wina, yakni Haydn, Mozart, dan kemudian
Beethoven.Tokoh ini sangat berjasa dalam bidang musik dan orkestra sehingga
dinobatkan sebagai urutan yang ke-42 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah
dunia yang disusun oleh Michael H. Hart.
Bakat
musiknya sudah terlihat dari kecil. Saat kecil, Johann van Beethoven (ayah
Beethoven) memaksanya berlatih piano berjam-jam karena menginginkan anaknya
menjadi seperti Mozart. Beethoven mengadakan konser pertamanya pada tanggal 26
Maret 1778. Kemampuannya dalam menciptakan musik tercermin dalam buku musiknya
yang muncul pertama kali tahun 1783 saat berguru pada Christian Gottlob Neefe
(1748-1798). Ia bertemu dengan Mozart pada tahun 1787, Mozart sangat kagum
dengan permainan pianonya dan mengatakan bahwa Beethoven bisa menjadi musikus
besar nantinya.
Beethoven
menjadikan kesedihan serta kegembiraan sebagai sumber inspirasi bagi
karya-karyanya. Sebagian besar karya-karya hebat milik Beethoven justru
tercipta ketika ia menjadi tuli. Ini merupakan suatu malapetaka bagi seorang
komponis sepertinya, padahal seluruh hidupnya ia curahkan untuk musik.
Pada
pertengahan 1081, Beethoven menyadari bahwa daya pendengarannya mulai berkurang
akibat Otoslerosis. Karena kesedihan akibat penyakitnya tersebut, Beethoven
menulis sebuah surat di Heiligenstadt dekat Wina yang dikenal sebagai ‘Warisan
Heiligenstadt’. Pada tahun 1802-1815, Beethoven harus beristirahat karena
penyakitnya yang makin parah dan kesulitan dalam mendengar.
Diusia
yang ke-32 Beethoven tidak dapat mendengar sama sekali. Ia semakin menjauhkan
diri dari masyarakat dan tak pernah lagi tampil dimuka umum. Ia menjadi
antisosial. Meski begitu, Beethoven terus menciptakan musik yang bahkan tidak
setara dengan karya-karya yang dihasilkan sebelumnya, melainkan karya dalam
ketuliannya itu dianggap hasil karya terbesarnya.
Pada tahun
1803, Ia mementaskan Piano Concerto in Eb Major, Op. 37 dan tampil sebagai
solois. Beethoven juga memainkan Violin Sonata Op. 47 miliknya dengan violinis
virtuoso George Polgreen Bridgetower (1799-1860) dan mempersembahkannya kepada
Rudolph Kreutzer.
Salah
satu karya melodi milik Beethoven yang paling populer adalah “Fur Elise” atau:
Untuk Elise. Melodi ini juga dikenal orang-orang yang sama sekali tidak
mengenal musik klasik dan paling disukai dalam sejarah musik klasik. Melodi ini
telah diadaptasi ke berbagai jenis musik dunia, seperti jazz atau juga cha-cha.
Judulnya Klavierstuck in a-Moll atau karya untuk piano dalam tangga nada
a-minor. Dibawah judulnya, Beethoven membubuhkan kata-kata “Fur Elise”, tertera
juga “tanggal 27 April, sebagai kenangan dari Ludwig vanBeethoven”. Beethoven
menulis melodi ini dalam buku catatan yang bertanggal: Musim Semi 1810. Tetapi
sampai sekarang masih belum terjawab, siapa sebenarnya Elise? Walaupun masih
menjadi pertanyaan, siapa tahu Elise yang misterius akan segera diketahui
identitasnya oleh masyarakat umum.
Beethoven
telah kehilangan kekuatan terbesarnya sebagai seorang komponis yaitu
pendengarannya. Namun Ia telah membuktian ketuliannya tidak menghilangkan
kecintaannya terhadap musik. Ia memang sempat mematahkan semangatnya, namun
keinginan untuk terus bertahan dalam keterbatasan lebih besar. Semoga kisah Beethoven ini bisa
menjadi inspirasi bagi kita agar tidak menyerah terhadap keadaan sesulit
apapun. :)
No comments:
Post a Comment