Teknik Merancang
Media (Sekolah)
Oleh
Sismono La Ode [1]
Setiap sekolah yang telah
memiliki media sudah seyogyanya melakukan kegiatan perencanaan media.
Perencanaan media merupakan usaha untuk menerbitkan media melalui tahap ide
hingga tahap evaluasi media. Biasanya penerbitan di sekolah dilakukan atas
dasar hobi dan langsung menerbitkan tanpa melalui tahap-tahap yang sistematis.
Meski begitu proses yang sederhana di atas bukanlah hal yang keliru dan salah.
Hanya saja, pola perencanaan media yang sederhana tersebut memiliki kelemahan
akan kelangsung media sekolah. Bagaimana pun sesuatu yang dirancang tanpa
proses yang matang akan melahirkan produk yang kurang matang. Akibatnya banyak
dari media yang dihasilkan terbit “BERKALA”, maksudnya “Kala-Kala Terbit, Kala-kala
Tidak Terbit”.
Untuk itu dibutuhkan proses
perencanaan media sekolah yang lebih matang mulai dari penentuan visi-misi
media sampai dengan proses evaluasi media.
Hal ini penting agar proses penerbitan media menjadi lebih tertib sehingga
media tersebut dapat dibaca oleh khalayak tepat waktu sesuai masa terbit dan deadline.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu kiranya mengetahui
proses kerja dalam penerbitan media. Terdapat lima langkah pokok dalam alur
kerja penerbitan media (Ahmad Muntaha: 31). Kelimanya adalah:
1.
Perencanaan,
meliputi perencanaan isi, desain, biaya, sarana, waktu, personel atau orang.
2.
Pengumpulan bahan,
yaitu proses wawancara, observasi, riset dokumen, pemotretan semua obyek yang
akan dimuat pada satu edisi.
3.
Penyiapan bahan,
yaitu penulisan, editing, penulisan ulang (rewriting),
dan cetak foto bagi semua materi satu edisi.
4.
Produksi (atau
biasa disebut Artistik), meliputi setting, layout dan make up/cover; semua hal yang berkaitan dengan perwajahan media.
5.
Proses di
percetakan.
Namun bukan berarti setelah masuk di percetakan pekerjaan
selesai. Ada beberapa tahap yang tidak boleh diabaikan, yakni:
6.
Distribusi sesuai
target pembaca. Tentu tidak hanya siswa, guru, tata usaha, tapi juga bisa jadi
sekolah lain ataupun dinas pendidikan.
7.
Evaluasi. Hal ini
penting untuk mengukur sejauhmana media sekolah memiliki kualitas yang mumpuni.
Evaluasi pada dasarnya yaitu memberikan penilaian atas mutu media yang meliputi
isi berita, tata letak, pendistribusian serta usulan untuk edisi selanjutnya.
Lantas, bagaimanakah kita merencanakan media? Mungkin
Anda sering membuat media dalam waktu beberapa hari ataukah Anda telah memiliki
media ketika Anda baru menjadi anggota redaksi pada media tersebut. Terlepas
dari semua itu. Sekarang marilah kita “menengok” bagaimana idealnya kita
merencanakan media sekolah Anda. [2]
TAHAP
PERTAMA
MENENTUKAN
VISI DAN MISI MEDIA
Visi dan misi setiap media bisa dipastikan berbeda,
walaupun semuanya disatukan untuk menunjukkan fakta dan kebenaran, memberi
informasi, mendidik, melakukan reformasi, menghibur, mendorong perubahan dan
sebagainya.
Secara umum visi dan misi media dibedakan dua paradigma, pertama
paradigma misionaris, media lahir karena tuntutan cita-cita pengelola. Kedua,
paradigma forum pembaca, terbitnya media karena memenuhi keinginan pembacanya.
Kedua paradigm ini tidak harus dipertentangkan, kita bisa saja memadukan dua
paradigma tersebut dalam menentukan visi dan misi media sekolah.
Secara umum visi pembuatan media dibagi ke dalam lima (5)
visi, yaitu: (a) Media informasi/komunikasi; (b) Edukatif; (c) Kontrol Sosial;
(d) Propaganda; (e) Bisnis. Untuk membuat visi dan misi media sekolah sebaiknya
disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan dari sekolah tersebut.
Visi :…………………………………………………………………………
Misi :………………………………………………………………………….
TAHAP
KEDUA
MENENTUKAN
KARAKTER PEMBACA
Pembacaan
karakter pembaca sangat penting dalam hal penerbitan media. Rumuskan karakter
pembaca dapat dikategorikan kedalam beberapa hal, seperti berdasarkan domisili,
usia, tingkat pendidikan, pendapatan, gaya hidup, kecenderungan memanfaatkan
waktu luang dan lainnya. Berikut merupakan contoh metode melakukan survai
pembaca.
Kelompok
Pembaca Berdasarkan Domisili
Lokasi
|
Persentase
|
Alasan
|
|
1.
|
SMP N 1 Yogyakarta
|
|
|
2.
|
Komite Sekolah
|
|
|
3.
|
Alumni
|
|
|
4.
|
Masyarakat sekitar, dll
|
|
|
Catatan:
Anda bisa menentukan sendiri kategori domisili sesuai kebutuhan.
Kelompok
Pembaca Berdasarkan Usia
Kategori
|
Persentase
|
Alasan
|
|
1.
|
10-12 thn
|
|
|
2.
|
13-18 thn
|
|
|
3.
|
19-25 thn
|
|
|
4.
|
26-35 thn
|
|
|
5.
|
36-55 thn
|
|
|
6.
|
>56 thn
|
|
|
Catatan:
Anda menentukan sendiri kategori kelompok usia sesuai kebutuhan
Kelompok
Pembaca Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Kategori
|
Persentase
|
Alasan
|
|
1.
|
SMP
|
|
|
2.
|
SMA
|
|
|
3.
|
SD, S1, dst
|
|
|
Catatan:
Anda bisa menentukan sendiri kategori pendidikan sesuai kebutuhan
TAHAP KETIGA
MENENTUKAN
CIRI/TIPOLOGI
MEDIA
Tipologi
media sangat terkait dengan pemilihan bentuk media, periode terbit, ciri fisik,
ciri penyajian informasi dan bagaimana posisi media Anda diantara media sejenis
lainnya. Pilihan bentuk seperti koran, majalah, tabloid, bukanlah keputusan
begitu saja tanpa perencanaan. Begitu juga periode terbit, harian, mingguan,
dwi mingguan, bulanan atau sebagainya.
Format
Media
Format
|
Alasan
|
|
1.
|
Newsletter/Buletin
|
|
2.
|
Majalah
|
|
3.
|
Koran
|
|
4.
|
Tabloit
|
|
5.
|
Mading
|
|
1.
Newsletter/bulletin pada umumnya menggunakan kertas HVS
atau buram/CD. Ukuran yang ada antara lain A5, A4, B5. Jumlah halaman 1-16 atau
1-20. Spesifikasi cetak bisa menggunakan cetak toko atau cetak film.
2.
Majalah pada umumnya untuk isi menggunakan kertas
artpaper, paperwork atau buram/CD sedangkan untuk cover menggunakan kertas
ivory, dengan tambahan finishing yang berfariasi seperti doff, emboss, dll.
Ukuran yang ada antara lain A5 (reader diegest, inti sari), A4 210,5 mm x 270, 5
mm. Jumlah halaman hingga 100 halaman. Spesifikasi cetak menggunakan cetak film
karena banyak menapilkan gambar yang memiliki resolusi warna yang tinggi.
3.
koran pada umumnya menggunakan kertas buram/CD. Ukuran
yang ada antara lain A5 (reader diegest, inti sari), A4, A3. Jumlah halaman
hingga 40 halaman. Spesifikasi cetak menggunakan cetak film karena banyak
menampilkan gambar yang memiliki resolusi warna yang tinggi.
4.
Tabloid pada umumnya menggunakan kertas artpaper,
paperwork atau buram/CD. Ukuran yang ada adalah 290 x 420 mm. Jumlah halaman
hingga 100 halaman. Spesifikasi cetak menggunakan cetak film karena banyak
menapilkan gambar yang memiliki resolusi warna yang tinggi.
5.
Madding atau majalah dinding banyak ditemukan di
sekolah-sekolah ataupun institusi. Majalah dinding memiliki ruang yang sedikit,
sehingga perlu cermat dalam membagi rubrikasinya. Madding biasanya tersusun
dari tempelan kertas-kertas manila, fancy ataupun buffalo yang menarik pembaca.
Periode
Terbit
Periode
|
Alasan
|
|
1.
|
Mingguan
|
|
2.
|
Dwi-mingguan
|
|
3.
|
Setiap 10 hari
|
|
4.
|
Bulanan
|
|
5.
|
Lainnya
|
|
Ciri
fisik
|
Alasan
|
|
1.
|
Jumlah halaman
|
|
2.
|
Tampilan halaman (berwarna, hitam putih)
|
|
3.
|
Tampilan sampul luar (warna, foto,
ilustrasi)
|
|
4.
|
Jenis kertas (kertas sampul dan kertas
halaman dalam)
|
|
5.
|
Cita rasa tampilan (luks, biasa, dsb)
|
|
TAHAP
KEEMPAT
MENENTUKAN
KOMPOSISI ISI.
Komposisi
isi merupakan kebijakan redaksi untuk memilih kapling-kapling ruang media bagi
tematik atau bidang garapan tertentu.
Berdasarkan
Dimensi Masalah
Kategori
|
Persentase
|
Alasan
|
|
1.
|
Pendidikan
|
|
|
2.
|
Sastra
|
|
|
3.
|
Kuliner
|
|
|
4.
|
Hiburan
|
|
|
5.
|
Gaya hidup, dll
|
|
|
Catatan:
Anda bisa menentukan sendiri kategori tersebut sesuai kebutuhan.
Berdasarkan
Fungsi Informasi
Kategori
|
Persentase
|
Alasan
|
|
1.
|
Informatif
|
|
|
2.
|
Edukatif
|
|
|
3.
|
Menghibur (entertain)
|
|
|
Berdasarkan
Lokasi Sumber Informasi (Lokasi Peristiwa)
Kategori
|
Persentase
|
Alasan
|
|
1.
|
Sekolah
|
|
|
2.
|
Luar Sekolah
|
|
|
Berdasarkan
Lingkup Dari Dampak Masalah
|
Persentase
|
Alasan
|
|
1.
|
Sekolah
|
|
|
2.
|
Kecamatan
|
|
|
3.
|
Daerah
|
|
|
4.
|
Nasional
|
|
|
TAHAP
KELIMA
MENENTUKAN
HALAMAN/RUBRIKASI
Kebijakan
penentuan berapa jumlah halaman biasanya didasarkan pada kekuatan redaksional
dan produksi. Untuk majalah atau tabliod yang memkai model jepit maka patokan
sederhana menetukan jumlah halaman adalah bisa dibagi empat (4). Ketika
menentukan rubrik, sekaligus disertakan penjelasan, bagaimana komposisi isi
rubrik tersebut. Misalnya ada rubrik berisi feature dan juga artikel opini, ada
rubrik khusus soft news (misalnya tentang
tokoh dan peristiwa), dan sebagainya. Termasuk ketentuan bagaimana penyajian
foto/ infografis di setiap rubrik.
Peruntukan Halaman/ Rubrikasi
Nama Rubrik
|
Halaman
|
Alasan
|
|
1.
|
Dari Redaksi
|
2
|
Sebagai pembuka. Dll
|
2.
|
Kilas Sekolah
|
3-4
|
….
|
3.
|
Opini
|
5-6
|
….
|
4.
|
Sastra
|
7-8
|
….
|
5.
|
Prestasi
|
9-10
|
….
|
6.
|
Serba-serbi
|
11-12
|
….
|
Catatan:
Anda bisa menentukan sendiri rubrikasi media Anda sesuai kebutuhan. Yang harus
diingat adalah jumlah halaman harus bisa dibagi 4 untuk ukuran bulletin ataupun
tabloid. Sedangkan, untuk majalah disesuaikan dengan jumlah halaman media
tersebut.
TAHAP
KEENAM
PROSES
PENULISAN
Panjang
Naskah. Panjang tulisan disesuaikan
dengan ruang yang disediakan untuk tulisan itu. Idetifikasi tentang ini
menjadikan reporter dan redaktur enak menafsir panjang tulisannya.
Panjang
Naskah
Jenis Naskah
|
Panjang
|
Alasan
|
|
1.
|
Laporan Utama (berita headline)
|
|
|
2.
|
Laporan khusus (kilas sekolah)
|
|
|
3.
|
Surat Pembaca
|
|
|
4.
|
Surat dari Redaksi/Editorial
|
|
|
5.
|
Artikel Opini/Kolom
|
|
|
6.
|
Artikel Konsultasi
|
|
|
7.
|
Cerpen/Cerber
|
|
|
8.
|
Dsb
|
|
|
Struktur
Tulisan. Struktur tulisan juga harus
detail, ekonomis, dan berdasarkan fakta (berita). Bagi tulisan straight news
ditulis dengan model piramide terbalik, sedangkan untuk tulisan feature
disesuaikan dengan karakternya dan kemampuan penulis dalam menyajikan feature.
TAHAP
KETUJUH
PROSES
ARTISTIK
Proses Artistik dilakukan melalui dua kegiatan,
yakni layouter dan desain cover (untuk majalah, tabloid). Pada proses artistis, layouter/deseiner harus telah menyiapkan
dummy terlebih dahulu sehingga memudahkan setiap elemen jurnalistik (tulisan,
foto, ilustrasi) untuk dilayout. Layouter/desainer juga harus mengusai elemen
warna (CMYK), teori keseimbangan image dan tulisan, bahkan teknik produksi,
sehingga hasil layouter/desain media menjadi lebih baik. Dummy majalah dapat
dibuat di program corel draw, adobe pagemaker, adobe indesign, selain itu
desainer/layouter wajib mengusai program, photoshop, words, illustrator.
TAHAP
KEDELAPAN
PROSES
PRODUKSI
Proses produksi media dapat dilakukan sendiri.
Apakah akan dicetak menggunakan teknik cetak mesin offset atau printing. Jika
menggunakan teknik cetak offset, maka pihak redaksi harus mem-film-kan semua
data yang akan dicetak. Untuk mem-film-kan, kita bisa lakukan sendiri atau
menyerahkan ke percetakan. Namun jika menggunakan teknik cetak printing, hasil
layout bisa langsung ke percetakan. Untuk menyempurnakan hasil produksi media,
tim redaksi wajib menunjuk satu atau dua orang yang ditugaskan untuk mengawal
proses produksi dipercetakan. Hasil layout tidak boleh diserahkan sepenuhnya ke
pihak percetakan karena bisa jadi ada beberapa hal (missing link) yang tidak
diketahui pihak percetakan, tiba-tiba langsung dicetak dan hasilnya tidak
sesuai dengan hasil desain.
TAHAP
KESEMBILAN
PROSES
DISTRIBUSI
Proses distribusi dilakukan setelah media tersebut
terbit. Tim distributor sudah harus menyiapkan kemana saja media tersebut
diedarkan, sebagaimana yang telah disepakati dalam proses perencanaan media.
Pastikan semua terdistribusi dengan baik dan tepat sasaran sehingga media kita
dibaca dan kelak mendapat masukkan dari pembaca.
TAHAP
KESEPULUH
PROSES
EVALUASI
Proses evaluasi sangat penting untuk dilakukan
karena melalui proses ini tim redaksi media dapat mengetahui kesalahan dalam
pembutan media, entah itu menyangkut isi, bahasa, desain,dan distribusi. Proses
evaluasi hendaklah dilakukan setelah media tersebut terbit.
Meskipun tahap perencanaan
media di atas sudah dilakukan dengan baik, bukan berarti usaha kita mendirikan
media sekolah berhenti. Bagaimanapun dibutuhkan usaha lain untuk mendukung
proses perencanaan media sekolah. Ada lima hal yang harus diperhatikan sekolah
saat sedang merencanakan media.
Pertama, memiliki sumber daya manusia yang cukup. Media sekolah tidak perlu memiliki SDM (kru) yang
banyak, sepuluh orang saja sudah cukup, yang penting kesepuluh siswa ini
memiliki minat yang besar terhadap kegiatan jurnalistik sekolah. Kesepuluh kru
inilah yang terus dilatih memanajemen media sekolah, mulai dari menjadi reporter,
redaktur, redaktur pelaksana, pimpinan redaksi, bagian periklanan, dan bagian
produksi. Selanjutnya, kesepuluh kru ini diroling untuk dapat berperan sebagai apapun di media sekolah.
Kedua, cari guru pembina yang paham jurnalistik. Keberadaan guru pembinan ini
sangat penting karena sosoknya hadir untuk menemani siswa yang sedang belajar
jurnalistik. Guru Pembina yang dipilih juga harus selektif, yang paling utama
adalah mereka yang memiliki minat jurnalistik, komunikatif, dan solutif. Jika
perlu guru Pembina berasal dari guru-guru yang masih muda. Mengapa demikian?
Karena biasanya yang muda masih masih meyukai hal-hal baru dan menantang, namun
bukan berarti guru-guru yang senior (tua) tidak bisa. Keuntungan adanya guru
Pembina banyak sekali, seperti dapat mendampingi dan mengawasi siswa; dapat
menyampaikan laporan kemajuan (progress) kegiatan jurnalistik kepada kepala
sekolah, dapat melobi kepala sekolah untuk membantu pendanaan kegiatan
jurnalistik, dapat melobi guru-guru lain untuk bersama-sama peduli terhadap
kegitan jurnalistik di sekolah, dan lain-lain.
Ketiga, lobilah kepala sekolah. Pengalaman guru-guru yang
telah memiliki kegiatan jurnalistik di sekolah menunjukkan bahwa peran kepala
sekolah sangat penting. Tanda tangan kepala sekola merupakan bentuk rentu atas
pendirian komunitas ataupun kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik. Tanpa ijin
dari kepala sekolah biasanya guru-guru “takut” untuk menjadi pendamping karena
mereka dianggap mendampingi kegiatan yang tidak memiliki ijin (illegal). Selain
itu, kegiatan jurnalistik tanpa ijin dari kepala sekolah kurang mendapat
apresiasi dari sekolah itu sendiri sehingga sekolah tidak bisa memberi bantuan
dana penerbitan media, padahal dana menjadi salah satu hal yang penting. Oleh
karena itu, sebelum mendirikan media sekolah diharapkan terlebih dahulu
melakukan aktivitas lobi kepada kepala sekolah sehingga kegiatan jurnalistik
bisa dilakukan secara total dan berdampak secara psikologis bagi pegiat
kegiatan jurnalistik di sekolah.
Keempat, libatkan konsultan media dari kalangan profesional/Pembina dari media
luar.
Adanya konsultan media dari kalangan profesional sangat penting, selain bisa
belajar dari pengalaman mereka sebagai wartawan profesional, sekolah juga dapat
meningkatkan jaringan kerjasama dengan institusi media. Keberadaan konsultan
dari kalangan profesional ini sekaligus dapat dijadikan sebagai “marketing”
sekolah karena jika ada kegiatan yang memenuhi standar kelayakan berita, si
wartawan tersebut bisa saja meliput kegiatan sekolah. Untuk itu, disarankan
untuk memilih konsultan media yang telah berpengaruh di media massa setempat,
jika perlu pihak sekolah meminta langsung dengan pemimpin redaksi agar
“diberikan” wartawan yang sesuai dengan keinginan sekolah.
Kelima, jangan lupa libatkan semua unsur di sekolah. Unsur sekolah yang dimaksud
adalah guru, tata usaha, siswa, bahkan komite sekolah. Keterlibatan semua unsur
sekolah dimaksudkan agar media sekolah mendapat apresiasi dan dukungan penuh
sehingga para pegiat media menjadi lebih senang dalam beraktivitas jurnalistik.
Di saat yang sama, mereka juga merupakan pasar potensial media sekolah. Oleh
karena itu, dalam perencanaan media penyediaan rubrikasi berdasarkan kebutuhan
warga sekolah menjadi hal yang sangat penting. Rubrik-rubrik yang bisa sediakan
seperti surat pembaca, cerpen, puisi, resensi, berita luar, dan lain-lain.
.
[1] Sismono La Ode, M.A.
adalah Praktisi Media. Pegiat media di Universitas Negeri Yogyakarta dan
editor Majalah Pelangi terbitan Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Pendidikan Dasar,
Kemdikbud. MAkalah ini disampaikan pada Pelatihan Jurnalistik Guru-guru SMP
se-Indonesia di Quality Hotel, Jogjakarta, Selasa-Sabtu, 15-19 Juli 2014.
[2] Ide perencanaan media ini disadur dan digubah dari pola perencanaan media yang dilakukan
oleh Lembaga Pers Mahasiswa Ekspresi Universitas Negeri Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment