SMAN
1 BLITAR
|
||
|
|
A.
KERAJAAN
BULELENG
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan Buleleng
adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad
ke-17. Menurut berita Cina di sebelah timur Kerajaan Kalingga ada daerah Po-li
atau Dwa-pa-tan yang dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di Dwa-pa-tan
sama dengan kebiasaan orang-orang Kaling. Misalnya, penduduk biasa menulisi
daun lontar. Bila ada orang meninggal, mayatnya dihiasi dengan emas dan ke
dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum.
Kemudian mayat itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang.
1. Letak Geografis
Kerajaan Buleleng
berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Letaknya yang berada di pesisir
menyebabkan Buleleng banyak disinggahi kapal-kapal dagang dari Sumatra dan
Jawa. Karakteristik wilayah Buleleng dibagi menjadi dua, yaitu dataran rendah
di bagian utara dan dataran tinggi di bagian selatan. Menyatunya pantai dan
pegunungan ini menyebabkan penduduk di Buleleng selalu menjunjung tinggi
semboyan nyegara gunung. Konsep nyegara gunung berarti
segala pemberian alam maupun dari laut maupun gunung wajib disyukuri dan selalu
dijaga kesuciannya.
2. Kehidupan Politik
Dalam sejarah Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan
Majapahit. Pada waku di Jawa berkembang Kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga
berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya kerajaan Gelgel, Klungkung, dan Buleleng
yang didirikan oleh I Gusti Ngurah Panji Sakti, dan selanjunya muncul kerajaan
yang lain.I gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya
wilayah Kerajaan Buleleng yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung imur
pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji wafat tahun 1704,
kerajaan mulai goyah karena putr-putranya punya jalan pikiran yang saling
berbeda.
Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai oleh kerajaan Mengwi namun kembali
merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kerajaan Karangasem tahun
1780. Raja Karangasem I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri
Singaraja. Raja berikutnya adalah Putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang
berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem melemah, erjadi beberapa kali
perganian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan patihnya I
Gusti Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849.
Pada tahun 1846 Buleleng diserang Belanda, tetapi mendapat perlawanan
sengit dari pihak rakyat Buleleng yang dipimpin I Gusti Ketut Jelantik.Pada
tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan dari pasukan angkatan laut
Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849, Belanda dapat
menghancurkan Benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda
dan sejak saat itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.
Daftar raja Buleleng :
·
Wangsa Panji Sakti (1660-?)
Nama
|
Awal memerintah
|
Akhir memerintah
|
Keterangan
|
Gusti Anglurah Panji Sakti
|
1660
|
1697/99
|
|
Gusti Panji Gede Danudarastra
|
1697/99
|
1732
|
Anak dari Gusti Anglurah Panji Sakti
|
Gusti Alit Panji
|
1732
|
1757/65
|
Anak dari Gusti Panji Gede Danudarastra
|
Gusti Ngurah Panji
|
1757/65
|
1757/65
|
Anak dari Gusti Alit Panji
|
Gusti Ngurah Jelantik
|
1757/65
|
1780
|
Anak dari Gusti Ngurah Panji
|
Gusti Made Singaraja
|
1793
|
?
|
Keponakan dari Gusti Made Jelantik
|
·
Wangsa Karangasem (?-1849)
Nama
|
Awal memerintah
|
Akhir memerintah
|
Keterangan
|
|
Anak Agung Rai
|
?
|
1806
|
Anak dari Gusti Gede Ngurah Karangasem
|
|
Gusti Gede Karang
|
1806
|
1818
|
Saudara dari Anak Agung Rai
|
|
Gusti Gede Ngurah Pahang
|
1818
|
1822
|
Anak dari Gusti Gede Karang
|
|
Gusti Made Oka Sori
|
1822
|
1825
|
Anak dari Gusti Gede Karang
|
|
Gusti Ngurah Made Karangasem
|
1825
|
1849
|
Keponakan dari Gusti Gede Karang
|
|
·
Wangsa Karangasem (?-1849)
Nama
|
Awal memerintah
|
Akhir memerintah
|
Keterangan
|
Anak Agung Rai
|
?
|
1806
|
Anak dari Gusti Gede Ngurah Karangasem
|
Gusti Gede Karang
|
1806
|
1818
|
Saudara dari Anak Agung Rai
|
Gusti Gede Ngurah Pahang
|
1818
|
1822
|
Anak dari Gusti Gede Karang
|
Gusti Made Oka Sori
|
1822
|
1825
|
Anak dari Gusti Gede Karang
|
Gusti Ngurah Made Karangasem
|
1825
|
1849
|
Keponakan dari Gusti Gede Karang
|
Nama
|
Awal memerintah
|
Akhir memerintah
|
Keterangan
|
Gusti
Made Rahi
|
1849
|
1853
|
Keturunan
dari Gusti Ngurah Panji
|
Gusti
Ketut Jelantik
|
1854
|
1872
|
Keturunan
dari Gusti Ngurah Jelantik
|
Anak
Agung Putu Jelantik
|
1929
|
1944
|
Keturunan
dari Gusti Ngurah Jelantik
|
Anak
Agung Nyoman Panji Tisna
|
1944
|
1947
|
Anak
dari Anak Agung Putu Jelantik
|
Anak
Agung Ngurah Ketut Jelantik
|
1947
|
1950
|
Saudara
dari Anak Agung Nyoman Panji Tisna
|
3. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan
ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan
kehidupan masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam
prasasti Bulian terdapat bebrapa istilah yang berhubungan dengan sistem
bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), (gaga) ladang, kebwan
(kebun), dan lain sebagainya.
Perdagangan
antarpulau di Buleleng juga sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan
banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan
penduduk Buleleng. Komoditas yang terkenal di Buleleng adalah kuda. Dalam
prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi
perdagangan 30 ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut
membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan
binatang yang besar sehingga memerlukan kapal yang besar pula untuk
mengangkutnya.
4.
Kehidupan Agama
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat
Buleleng. Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat
Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa bangunan pemujaan
seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan
Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai
dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di
pura Pegulingan.
Agama
Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada
masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat
raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa (Wisnu).
5. Kehidupan
Sosial Budaya
Dalam kehidupan
sosial Kerajaan Buleleng, masyarakat Bali, tidak terlepas dari agama yang
dianutnya yaitu agama hindu (mempunyai pengaruh yang paling besar) dari Budha
sehingga keadaan sosialnya sebagai berikut :
·
Terdapat pembagian
golongan/kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan
Waisya.Masing-masing golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama
dibanding keagamaan.
·
Pada masa Anak Wungsu
dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande besi, pande emas,
dan pande tembaga dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah
tangga, senjata, perhiasan dan lain-lain.
Beberapa peninggalan kerajaan Buleleng yaitu :
·
Prasasti Blanjong
Prasasti
Blanjong (atau Belanjong) adalah sebuah prasasti yang memuat sejarah tertulis
tertua tentang Pulau Bali. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang
merupakan sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 835 çaka (913 M),
dan dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari
Warmadewa.Prasasti Blanjong ditemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur
Kauh, di daerah Sanur, Denpasar, Bali. Prasasti ini unik karena bertuliskan dua
macam huruf; yaitu huruf Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan
huruf Kawi dengan menggunakan bahasa Sanskerta.
·
Prasasti Panempahan,
·
Prasasti Melatgede
·
Pura Tirta Empul
·
Sejarah pura tersebut
yang terletak di daerah Tampaksiring Bali dibangun pada tahun 967 M (Tahun Caka
: 889) oleh raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Pura atau Tempat suci ini,
digunakan beliau untuk melakukan hidup sederhana, lepas dari keterikatan dunia
materi, melakukan tapa, brata, yoga, semadi, dengan spirit alam sekitarnya. Di
halaman pura suci tersebut ada palinggih utama bebaturan “tanpa atap” yang
disebut palinggih Tapasana, hanya ditumbuhi padang ilalang tumbuh di atasnya.
·
Pura Penegil Dharma
Pura
Penegil Dharma | sejarah pendirian pura ini dimulai pada 915 Masehi yang
keberadaan pura ini berkaitan dengan sejarah panjang Ugrasena, salah seorang
anggota keluarga Raja Mataram I dan kedatangan Maha Rsi Markandeya di Bali.
B. KERAJAAN DINASTI WARMADEWA
Warmadewa
berasal dari bahasa Sansekerta secara umum berarti berarti Dewa Pelindung atau
Dilindungi Dewa. Raja-raja dari Dinasti Warmadewa ini awalnya berasal dari India(kerajaan
Pallawa) -raja awalnya berasal dari India, dimana ada raja berwangsa Warmadewa
dan ada pula berwangsa Sanjaya.
Raja
dinasti Warmadewa pertama di Bali adalah Dalem Sri Kesari atau yang dikenal
juga dengan Dalem Selonding, datang ke Bali pada akhir abad ke-9 atau awal abad
ke-10, beliau berasal dari Sriwijaya(Sumatra) dimana sebelumnya pendahulu
beliau dari Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara( tahun 686) dan Kerajaan
Kalingga.
1. Kehidupan
Politik
Dinasti
Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong,
Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal
menaklukkan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan
Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan
baru di wilayah Buleleng.
Pada
tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana
memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak,
Airlangga akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur.
Menurut prasasti yang terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin
hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan
karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu
Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu Marakatapangkaja.
Rakyat
Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebeneran hukum karena ia
selalu melindungi rakyatanya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat
peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah
kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja
digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari
Dinasti Warmadewa. Anak Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan
menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan.
Dalam
menjalankan pemerinahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat yang
disebut pakirankiran i jro makabehan. Badan ini terdiri atas senapati dan
pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat
kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas
di bidang kehakiman dan pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah
sosial dan agama.
Adapun dinasti yang memerintah kerajaan Warmadewa antara lain :
·
Raja Sri Ugra Sena
·
Raja Sri Kesari Warmadewa
·
Raja Candrabhayasinga Warmadewa
·
Raja Dharma Udayana Warmadewa
·
Raja Marakata
·
Raja Anak Wungsu
·
Sri Maha Raja Seri Walaprabu
·
Sri Maha Raja Sri Sukalendukirana
·
Sri Suradhipa
·
Sri Jayasakti
·
Raja Jayapangus
·
Raja Sri Astasura Ratna Bhumi Banten
2. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan
ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan
kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian.
Dalam prasasti Bulian terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan sisitem
bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan
(kebun), mmal (ladang di pegunungan), dan kasuwakan (pengairan sawah).
Perkembangan pertanian semakin berkembang pesat.Perkembangan tersebut erat
kaitannya dengan penemuan urut – urutan menanam padi, yaitu mbabaki (pembukaan
tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi), matun (menyiangi), ani-ani
(menuai padi), dan nutu (menumbuk padi).
Perdagangan
antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya
saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk
Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal dari Buleleng aalah kuda. Dalam
prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi
perdagangan tiga puluh ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok.
3. Kehidupan
Agama
Agama
Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Akan tetapi, tardisi
megalitik msih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan
dengan penemuan beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar
pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh
Buddha mulai berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat
di Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha
di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha di
gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama
Hindu dan Buddha mulai medapatkan peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada
masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat sebagai salah satu
penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja dianggap penjelmaan
(inkarnasi) dewa. Dalam prasasti Pohon Asem dijelaskan Anak Wungsu merupakan
penjelmaan Dewa Hari (Wisnu). Bukti ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan
rakyat Buleleng merupakan penganut waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain
agama Hindu dan Buddha, di Buleleng berkembang sekte-sekte kecil yang menyembah
dewa-dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya (penyembah Dewa Gana) dan Sora
(penyembah dewa Matahari).
4. Kehidupan
Sosial Budaya
Para
ahli memperkirakan keadaan masyarakat Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa
tidak begitu jauh berbeda dengan masyarakat pada saat ini. Pada masa
pemerintahan Udayana, masyarakat hidup berkelompok dalam suatu daerah yang
disebut wanua. Sebagaian besar penduduk yang tinggal di wanuabermata
pencaharian sebagai petani. Sebyah wanua dipimpin seorang tetua yang dianggap
pandai dan mampu mengayomi masyarakat.
Pada
masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar kasta
(jaba). Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut masyarakat
Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan bagi anak pertama,
kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal sebagai berikut.
a. Anak
pertama dinamakan wayan. Kata wayan berasal
dari wayahan yang berarti tua.
b. Anak
kedua dinamakan made. Kata made berasal dari madya yang
berarti tengah.
c. Anak
ketiga dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal
dari nom yang berarti muda.
d. Anak keempat
dinamakan ketut. Kata ketut berasal dari tut yang
berarti belakang.
Selama
pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan dengan adil.
Masyarakat diberi kebebasan berbicara. Jika masyarakat ingin menyampaikan
pendapat, mereka didampingi pejabat desa untuk menghadap langsung kepada raja.
Kebebasan tersebut membuktikan Raja Anak Wungsu sangat memperhatikan nasib
rakyat yang dipimpinnya. Jiwa seperti inilah yang saharusnya dilakukan pemimpin
pada saat itu. Jika Anda menjadi seorang pemimpin, Anda harus mendegar dan
merespons segala keluhan rakyat.
Masyarakat
Buleleng sudah mengembangkan berbagai kegiatan kesenian. Kesenian berkembang
pesat pada masa pemerintahan Raja Udayana. Pada masa ini kesenian dibedakan
menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Dalam seni keraton dikenal
penyanyi istana yang disebut pagending sang ratu. Selain penyanyi
dikenal pula kesenian patapukan (topeng), pamukul (gamelan), banwal (gadelan),
dan pinus (lawak). Adapun jenis kesenian yang berkembang di kalangan rakyat
antara lain awayang ambaran (wayang keliling), anuling (peniup
suling), atapukan(permainan topeng), parpadaha (permainan
genderang), dan abonjing (permainan angklung).
Peninggalan sejarah :
a.
Prasasti
·
Prasasti Sanur (917 M)
Prasasti Sanur dikeluarkan oleh wangsa Warmadewa
di atas lempengan tembaga (Tamra Prasasti). Dalam prasasti ini disebutkan bahwa
anak wungsu yang makamnya terletak di Gunung Kawi, Tampak Siring adalah anak
dari Raja Udayana atau adik Airlangga.
·
Prasasti Calcuta, India (1042 M)
Dalam prasasti ini menerangkan asal usul Raja
Airlangga, yaitu dari keturunan raja-raja Bali, dinasti Warmadewa. Raja
Airlangga terlahir dari pernikahan Raja Udayana (Kerajaan Bali) dengan
Mahendradatta (putri kerajaan Medang Kamulan adik Raja Dharmawangsa).
b.
Bangunan Candi
Kompleks Candi Gunung Kawi (Tampak Siring)
dibangun pada masa pemerintahan Anak Wungsu, kompleks candi ini merupakan
pendarmaan dari raja raja Bali.
No comments:
Post a Comment