“Tangisan
Kelahiran Adik Masha”
Ketika
kehamilan Ibu Sofiah menginjak usia 9 bulan, Masha mulai khawatir padanya. Sang
ibu sering mengeluh pusing dan muntah-muntah karena kondisi kehamilannya.Maklum,
ternyata ketika di USG, ibunya mengandung tiga bayi sekaligus.Awalnya Masha
shock mendengar berita itu, Ia merasa kasihan pada ibunya. Ia hanya bisa
berdo’a agar ketika waktunya melahirkan kelak, ibu dan adik-adiknya selamat.
Masha
tinggal terpisah dengan Ibu Sofiah. Ia harus tinggal di kota bersama bibinya
karena Ia bersekolah di tempat yang jauh dengan kampung halamannya.Keadaan itu
sungguh berat bagi Masha.Apalagi Ibu Sofiah yang kini tengah hamil tua.Terkadang,
Masha teringat oleh ibunya.Ia hanya bisa menangis memandangi foto ibunya karena
rindu.
Saat
itu tiba, Masha masih di sekolah. Ia baru duduk di kelas 1 SMP.Ia diberitahu
bibinya, Bu Maya, bahwa ibunya akan melahirkan. Seketika itu badannya terasa
lemas. Ia benar-benar mengkhawatirkan ibunya.Hal-hal buruk pun melintas di
benak Masha. Ia takut jika sang ibu meninggalkannya.
Dalam
keadaan tak karuan, Masha sempatkan waktu untuk sholat.Ia ingin mendo’akan agar
ibu dan adik-adiknya selamat.
“Ya
Allah… Selamatkanlah Ibu dan Adik-adikku. Mudahkanlah proses kelahirannya.
Hamba belum siap bila Engkau mengambil mereka. Berikanlah Hamba waktu untuk
membalas kebaikan Ibu, Hamba ingin membhagiakannya, Ya Allah.” Do’anya dengan
tangisan ketakutan.
Masha
tiba di rumah sakit bersama bibi dan pamannya. Ia merasa tak mampu melihat ibunya.
Satu adiknya telah tiada sesaat setelah dilahirkan. Ia sedih mendengar berita
itu. Ia membayangkan , bagaimana ibunya tahu jika satu putrinya telah tiada?
Masha benar-benar ketakutan
Masha
bersyukur.Dokter berkata bahwa keadaan ibunya baik-baik saja. Tapi beliau, Ibu
Sofiah, masih lemas dan tak sadarkan diri karena proses melahirkan yang
melelahkan itu. Masha hanya bisa memandanginya. Sekali lagi, Ia berdo’a agar ibunya
segera sadar.
Waktu-pun berlalu.Setelah melihat
wajah kedua adiknya,Masha kembali ke ruangan ibunya dirawat. Ibunya masih belum
sadar. Ia takut. Ia menangis, takut kehilangan sang ibu. Tapi waktu yang kian
larut memaksanya pulang ke rumah bersama bibi dan pamannya. Memusnahkan tekad
untuk menjaga ibunya, melihat ibunya tersadar. Masha tak lagi memikirkan
pelajaran atau tugas-tugas yang besok menyapanya. Ia hanya memikirkan ibu dan
kedua adiknya.
Keesokan
harinya, Masha menjenguk ibunya kembali. Ia sangat bahagia ketika ibunya telah
sadar dan menyapanya.
“Ibu…
Masha kangen” kata Masha sambil memeluk ibunya.
“Ibu
juga Nak” kata Ibu Sofiah.
“Masha
bahagia Bu, Ibu sudah sadar, kemarin Masha takut Bu. Masha ingin Ibu segera
sembuh” ucap Masha seraya meneteskan air mata.
“Sudahlah
Nak, Ibu juga bahagia. Selalu do’akan Ibu dan adikmu ya. Semoga kami cepat
sembuh” jawab Ibu Sofiah.
Ternyata
Ibu Sofiah telah menerima keadaan bahwa salah satu putrinya tiada. Walaupun
Masha tahu bahwa sebenarnya ibunya itu merasa sangalah sedih.
Beberapa
hari pun berlalu. Ibunya sudah diperbolehkan pulang. Namun tidak untuk kedua
adiknya. Mereka masih harus tinggal di rumah sakit sampai keadaannya
benar-benar stabil. Masha selalu mengunjungi rumah sakit bersama ayahnya setiap
hari. Walaupun ibunya sudah sehat di rumah, mereka masih tak tega dengan kedua
adiknya. Masha selalu mengamati gerakan-gerakan kecil adiknya dan alat-alat
yang membantu kelangsungan hidup adiknya.Satu adiknya yang lahir dengan bobot 2
kg berkembang dengan baik. Sedangkan satu adiknya yang lahir dengan bobot 1,8
kg tidak sebegitu baiknya. Pernah sekali, alat pacu jantung adik Masha yang
satu ini menunjukkan ketidak stabilannya. Para suster yang ada di ruangan itu
sibuk melakukan segala sesuatu untuk menolongnya. Masha sangat ketakutan dan
menangis melihat keadaan adiknya itu. Ia takut jika adiknya tak tertolong
seperti adiknya dulu. Tapi syukurlah, adiknya tertolong dan kembali normal.
Hari
itu, tepat satu minggu setelah Ibu Sofiah melahirkan, Masha benar-benar shock
mengetahuinya. Satu lagi adiknya meninggal, menyusul kakaknya yang
mendahuluinya. Badan Masha terasa lemas, Ia tak tahu harus bagaimana. Masha
menangis
“Masha,
sudahlah Nak. Kamu harus mengikhlaskan adikmu” ucap bibi Masha yang mendengar
isakan tangisnya.
“Tapi
Bi, Ia masih kecil. Ia belum merasakan kehidupan. Kenapa tidak Aku saja yang
tiada ?” jawab Masha di sela-sela isakan tangisnya.
Bibinya
memeluk Masha yang masih menangis. Mereka pun segera bergegas menuju rumah Ibu
Sofiah.
Setibanya
Masha di sana, Ia mencari ibunya. Ia ingin menenangkan hati ibunya yang pasti
hancur karena kedua putrinya telah tiada.
“Ibu…
Ibu baik-baik saja , kan ?” Tanya Masha yang melihat Ibunya menangis.
“Ibu
baik Nak. Kita ikhlaskan saja mereka. Itu sudah kehendak Allah. Kita tidak bisa
berbuat apa-apa. Terus do’akanlah adik-adikmu Nak” jawab Ibu Sofiah dengan
penuh air mata.
“Iya
Bu. Semoga mereka hidup tenang di sana” kata Masha sambil menatap adik kecil
yang digendong Ibu Sofiah. Adiknya lucu, pikir Masha. Alhamdulillah adiknya
juga sehat. Masha dan ibunya telah menerima keadaan itu. Mereka pasrah. Masha
berjanji dalam hatinya. Ia akan selalu menjaga adik kecil satu-satunya yang
masih tersisa. Apapun yang terjadi.
Selesai
No comments:
Post a Comment