HUBUNGAN
KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP GAYA HIDUP KONSUMTIF
Disusun untuk memenuhi
syarat kenaikan kelas
Tahun Ajaran 2016/2017
Oleh:
ANANTA
BRYAN TOHARI WIJAYA
CINDY
RIZKIKA MAHARANI
X
MIPA 1
SMA NEGERI 1 BLITAR
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
HALAMAN
PENGESAHAN
1. Judul
Laporan : Hubungan Kesadaran
Masyarakat Terhadap Gaya
Hidup Konsumtif
2. Nama
Siswa : Ananta Bryan
Tohari Wijaya
Cindy Rizkika Maharani
3. Kelas : X MIPA 1
4. Asal
Sekolah : SMA Negeri 1
Blitar
6. Bidang
Keilmuan : Sosiologi
7. Guru
Pembimbing : Dra. Latifah, M.
Pd
Drs. Kafid Dra. Latifah,
M.Pd
|
|
NIP. 19570131 198303 2 006 NIP. 19570605
199203 1 008
|
|
ABSTRAK
Wijaya,
Ananta Bryan Tohari dan Cindy Rizkika Maharani. 2016. Hubungan Kesadaran Masyarakat Terhadap Gaya
Hidup Konsumtif. Pembimbing:
Dra. Latifah, M. Pd. Kelas X MIPA 1 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Blitar.
Dra. Latifah, M. Pd. Kelas X MIPA 1 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Blitar.
Kata
kunci: kesadaran, penggunaan motor, konsumtif
Karya
tulis ini dilatar belakangi oleh kebiasaan masyarakat dari berbagai kalangan
yang selalu mengandalkan sepeda motor untuk menempuh suatu tempat. Baik tempat
yang berjarak jauh maupun dekat. Berkendaraan dengan menggunakan sepeda motor
kini sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat dari berbagai kalangan. Namun
dalam realita yang terjadi, sesungguhnya masyarakat telah salah mengartikan
penggunaan sepeda motor. Sebagai contoh banyak sekali masyarakat yang memilih
menggunakan sepeda motor untuk menempuh tempat yang berjarak dekat. Misalnya
pergi ke warung. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan kerugian dalam jangka
waktu yang lama, yaitu munculnya gaya hidup boros (konsumtif).
Konsumtif
sendiri dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada
pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah
mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Masyarakat
sendiri telah sadar bahwa menggunakan sepeda motor merupakan salah satu
indikator gaya hidup konsumtif, namun masyarakat cenderung tidak ingin
meminimalisir, dengan alasan mengendarai motor akan menghemat waktu, tenaga,
efisiensi, keamanan, dan juga rasa malas.
Dari pembahasan di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat sebenarnya telah sadar bahwa
penggunaan sepeda motor untuk menempuh jarak yang dekat merupakan salah satu
indikator dari gaya hidup konsumtif. Namun kesadaran mereka tidak diikuti
dengan upaya meminimalisir penggunaan sepeda motor, dengan alasan penghematan
waktu, tenaga, efisiensi, keamanan, dan rasa malas.
KATA
PENGANTAR
Bimbingan yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Kuasa
sungguh menjadi semangat dan dasar bagi kami dalam menyelesaikan karya tulis
yang berjudul “Hubungan
Kesadaran Masyarakat Terhadap Gaya Hidup Konsumtif”. Oleh karena itu, kami mengucap syukur karena kami
dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik dan tepat waktu tanpa suatu
halangan apapun. Karya tulis ini merupakan tugas Sosiologi di kelas X semester
2 dan juga merupakan syarat kenaikan kelas bagi kami ke kelas XI.
Dengan selesainya karya ilmiah ini, kami mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Drs. Ahmad Damanhuri, M M.Pd., selaku
kepala SMA Negeri 1 Blitar yang memfasilitasi penulis dalam membuat karya
ilmiah.
2. Dra. Latifah, M.Pd., selaku guru
mata pelajaran Sosiologi, sekaligus pembimbing dalam pembuatan karya ilmiah.
3. Orang tua serta teman-teman khusunya X
MIPA 1
yang telah memberikan dukungan dalam membuat karya ilmiah.
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan karya tulis ini di masa yang akan datang.
Semoga karya tulis ini dapat menjadi referensi dan tambahan materi pembelajaran
bagi kita semua, Amin Yaa Robbal Alamin.
Blitar, Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan.............................................................................................. i
Abstrak.................................................................................................................. ii
Kata Pengantar..................................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................................... iv
BAB I.... PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah...................................................................... 2
1.3 Pembatasan Masalah...................................................................... 2
1.4 Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.5 Tujuan Penelitiaan.......................................................................... 2
1.6 Manfaat Penelitian......................................................................... 3
BAB II..... KERANGKA
TEORI ATAU KAJIAN PUSTAKA......................... 4
................. 2.1
Deskripsi Teori............................................................................... 4
................. 2.2
Penelitian Relevan......................................................................... 5
................. 2.3
Kerangka Berpikir.......................................................................... 5
................. 2.4
Hipotesis Penelitian....................................................................... 5
BAB III... METODE
PENELITIAN................................................................... 7
................. 3.1
Lokasi Penelitian............................................................................ 7
................. 3.2
Waktu Penelitian............................................................................ 7
................. 3.3
Bentuk dan Strategi Penelitian...................................................... 7
................. 3.4
Sumber Data.................................................................................. 8
................. 3.5
Teknik Pengumpulan Data............................................................. 8
................. 3.6
Teknik Cuplikan atau Sampling..................................................... 8
................. 3.7
Validitas Data................................................................................ 9
................. 3.8
Teknik Analisis.............................................................................. 9
BAB IV... PEMBAHASAN
DAN ANALISIS................................................. 11
................. 4.1
Deskripsi Lokasi Penelitian.......................................................... 11
................. 4.2
Pokok-Pokok Temuan Penelitian................................................. 11
................. 4.3
Pembahasan/Analisis.................................................................... 11
BAB V..... KESIMPULAN
DAN SARAN........................................................ 26
................. 5.1
Kesimpulan.................................................................................. 26
................. 5.2
Saran............................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 27
LAMPIRAN........................................................................................................ 28
DAFTAR FOTO................................................................................................. 29
BIODATA PENULIS 31
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
teknologi telah berkembang semakin pesat hingga di semua bidang, salah satunya
di bidang transportasi. Transportasi darat merupakan jenis transportasi yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan.
Salah satu contoh alat transportasi darat yang paling banyak kita jumpai saat
ini yaitu sepeda motor. Mengendarai sepeda motor tidak perlu menguras energi
terlalu banyak. Karena alasan itulah, pengguna sepeda motor semakin hari juga
semakin meningkat.
Berkendaraan dengan menggunakan sepeda
motor kini sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat dari berbagai kalangan. Baik
di kalangan dewasa, remaja maupun anak-anak yang usianya masih jauh dari batas
minimal ketentuan. Ketika ingin pergi ke tempat-tempat umum yang jaraknya
relatif dekat sekalipun, mereka lebih senang
mengendarai sepeda motor. Mengendarai motor selain lebih praktis dan efisien,
juga meningkatkan status pemilik.
Dalam realita yang terjadi,
sesungguhnya masyarakat telah salah mengartikan penggunaan sepeda motor.
Sebagai contoh banyak sekali masyarakat yang memilih menggunakan sepeda motor
untuk menempuh tempat yang berjarak kurang dari 100 meter. Misalnya pergi ke
warung. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan kerugian dalam jangka waktu yang
lama dan akan berdampak pada masalah sosial.
Dalam penelitian
ini peneliti berharap masyarakat dapat menyadari tentang dampak penggunaan sepeda motor yang
cenderung berlebihan dan kurang sesuai. Setelah mengetahui dampak tersebut diharapkan
masyarakat dapat meminimalisir penggunaan sepeda motor yang berlebihan.
Sehingga ke depannya masalah sosial yang disebabkan oleh hal tersebut sedikit
demi sedikit dapat teratasi.
1.2 Identifikasi Masalah
a.
Hubungan, menurut KBBI artinya adalah sangkut-paut.
Yang kami maksud adalah sangkut-paut atau keterkaitan suatu hal dengan hal
lain.
b.
Kesadaran, menurut KBBI artinya adalah hal yang dirasakan atau dialami oleh
seseorang.
c.
Masyarakat, menurut KBBI artinya adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama.
d.
Gaya hidup, menurut KBBI artinya adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam
masyarakat.
e. Konsumtif, menurut KBBI artinya adalah bersifat konsumsi
(hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri) atau bergantung pada hasil produksi
pihak lain
1.3 Pembatasan masalah
Batas ruang lingkup masalah yang akan kami teliti antara lain:
1.
Penggunaan sepeda motor sebagai indikator gaya hidup konsumtif di kalangan masyarakat.
2.
Siswa SMAN 1 Blitar sebagai subjek penelitian.
1.4
Rumusan Masalah
1.4.1
Apa faktor atau alasan yang mendorong masyarakat menggunakan sepeda motor untuk
bepergian ke
suatu tempat yang dekat?
1.4.2 Bagaimana dampak
sosial yang ditimbulkan akibat penggunaan sepeda motor yang kurang sesuai?
1.4.3 Bagaimana hubungan kesadaran masyarakat
mengenai penggunaan sepeda motor yang berlebihan?
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Dapat mengetahui
faktor atau alasan yang mendorong masyarakat menggunakan sepeda motor untuk
menempuh tempat yang dekat.
1.5.2 Mengetahui
dampak sosial yang ditimbulkan akibat penggunaan sepeda motor yang kurang
sesuai.
1.5.3 Mengetahui hubungan kesadaran masyarakat
mengenai penggunaan sepeda motor yang berlebihan.
1.6
Manfaat Penulisan
1.6.1
Bagi penulis
·
Memperluas
wawasan penulis
·
Untuk
memenuhi syarat kenaikan kelas
1.6.2 Bagi pembaca
·
Memperluas
wawasan pembaca mengenai penggunaan sepeda motor yang kurang sesuai dan dampak
yang ditimbulkan.
·
Mengetahui apa hubungan penggunaan
sepeda motor dengan gaya hidup boros.
1.6.3
Bagi sekolah
·
Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk
memperbaiki praktik – praktik pembelajaran, serta menjadi sarana tambahan dalam
menjalankan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa, khususnya pada mata
pelajaran sosiologi.
BAB
II
KAJIAN
TEORI ATAU KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi
Teori
Gaya hidup (Bahasa Inggris: lifestyle) adalah bagian dari
kebutuhan sekunder
manusia yang bisa berubah bergantung zaman atau
keinginan seseorang untuk mengubah gaya hidupnya. Istilah gaya hidup pada
awalnya dibuat oleh psikolog Austria, Alfred Adler, pada tahun 1929.
Pengertiannya yang lebih luas, sebagaimana dipahami pada hari ini, mulai
digunakan sejak 1961.
Gaya hidup bisa
dilihat dari cara berpakaian, kebiasaan, dan lain-lain. Gaya hidup bisa dinilai
relatif tergantung penilaian dari orang lain. Gaya hidup juga bisa dijadikan
contoh dan juga bisa dijadikan hal tabu. Contoh gaya hidup baik: makan dan
istirahat secara teratur, makan makanan 4 sehat 5 sempurna, dan lain-lain.
Contoh gaya hidup tidak baik: berbicara tidak sepatutnya, makan sembarangan,
dan lain-lain. Kesehatan bergantung pada gaya hidup.
Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang
menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi
atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak
sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan.
Selain
itu, kata “konsumerisme” berarti paham atau gaya hidup yang menganggap
barang-barang mewah sebagai ukuran kebahagian, kesenangan, gaya hidup yang
tidak hemat (KBBI II, 1999: 521). Selain itu dalam kamus Induk istilah,
konsumerisme mempunyai arti “Bentuk pemakaian
barang yang tidak menurut kebutuhan, tetapi hanya berdasarkan tuntutan gengsi
semata; Sikap, gaya hidup atau paham yang menganggap bahwa pemakain atau
pemilikan barang-barang mewah merupakan ukuran kebahagiaan, kesenangan atau
gaya hidup yang tidak hemat.” (KII,2003: 414)
2.2 Penelitian
yang Relevan
Pendekatan penelitian berkaitan dengan tujuan utama
penelitian. penulis bermaksud untuk menjelaskan hasil
pengamatan suatu variabel apa adanya, membandingkan antara aspek yang diteliti,
serta menghubungkan antara variabel. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan
adalah pendekatan kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Dwi Jariyanto Setiawan (2014) yang berjudul “Penggunaan Sepeda Motor di Kalangan Mahasiswa FKIP UNS”
mendiskripsikan bahwa alasan mahasiswa lebih memilih menggunakan sepeda motor
karena menghemat waktu, menghemat tenaga, serta efisiensi pengeluaran.
Hasil penelitian tersebut akan kami jadikan rujukan dalam penelitian yang
akan kami lakukan.
2.3 Kerangka
Berpikir
Kerangka
berpikir dalam penelitian ini kami dasari pada aspek-aspek yang memengaruhi
terjadinya pola hidup masyarakat yang berorientasi pada sesuatu yang bersifat
praktis. Dalam hal tersebut, terdapat beberapa pengaruh seperti keadaan yang
memaksa masyakat, faktor ekonomi, faktor gengsi, serta alasan yang menjadikan
berkendara dengan sepeda motor pada jarak yang dekat tersebut menjadi suatu hal
yang wajar dan bukan suatu tindakan yang salah menurut masyarakat sehingga
masyarakat melakukannya tanpa menyadari bahwa hal tersebut merupakan suatu
tindak pemborosan
yang mengacu pada tindakan konsumtif.
2.4 Hipotesis
penelitian
Penggunaan kendaraan seperti motor untuk menempuh
jarak yang sebenarnya bisa ditempuh dengan berjalan atau bersepeda menjadi
fenomena sosial yang mengacu pada pola konsumtif dari sebuah wujud modernitas
dan gaya hidup masyarakat dalam pelaksanaannya tampilan yang muncul harus
mengalami seleksi dan pembandingan terhadap fungsi serta keuntungan yang
diberikan.
Tindakan yang dilakukan termasuk ke dalam perilaku konsumerisme.
Menggunakan kendaraan seperti motor untuk menempuh jarak yang sebenarnya bisa
ditempuh dengan berjalan atau bersepeda sama saja dengan mengonsumsi suatu
barang secara berlebihan (konsumtif). Karena telah diketahui pengertian
konsumtif sendiri adalah perilaku boros yang mengkonsumsi barang atau jasa
secara berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan.
Walaupun demikian, masyarakat pasti mempunyai alasan tertentu menggunakan
kendaraan seperti motor untuk menempuh jarak yang tak terlampau jauh, yaitu :
1.
Penghematan
waktu
Dengan menggunakan kendaraan seperti motor untuk
menempuh suatu jarak tentunya akan lebih cepat sehingga waktu yang dibutuhkan
lebih sedikit. Hal tersebut berarti telah menghemat waktu.
2.
Penghematan
tenaga
Penggunaan kendaraan seperti motor untuk menempuh
jarak yang sebenarnya bisa ditempuh dengan berjalan atau bersepeda tentunya
tidak akan membutuhkan tenaga yang besar. Sehingga dapat menghemat atau
meminimalisir pengeluaran tenaga manusia. Pada dasarnya sepeda motor diciptakan
untuk memudahkan manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak
tertentu. Dibanding dengan berjalan kaki atau bersepeda yang tentunya akan
membutuhkan tenaga yang lebih besar. Oleh karena itu, banyak masyarakat dari
berbagai kalangan yang memilih menggunakan sepeda motor daripada berjalan kaki
atau bersepeda meskipun jarak yang mereka tempuh relatif sangat dekat
Penggunaan sepeda motor yang
berlebihan dapat membawa dampak sosial. Dampak yang ditimbulkan adalah
munculnya sikap individualisme antar individu di dalam masyarakat. Masyarakat
sendiri masih kurang sadar mengenai penggunaan motor yang berlebihan tersebut.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Lokasi
Penelitian
Penelitian dilakukan di daerah Blitar dimana SMA
Negeri 1 Blitar sebagai sampel lokasi yang kami teliti.
3.2 Waktu
Penelitian
Penelitian
dilakukan selama bulan Januari hingga awal Maret 2016.
3.3 Bentuk
dan Strategi Penelitian
Bentuk penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan
karya ilmiah yang menggunakan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis
atau lisan dengan orang-orang atau perilaku yang dapat diamati terhadap status
kelompok orang atau manusia, suatu obyek, dan suatu kelompok kebudayaan. Metode
deskriptif dapat diartikan sebagai nprosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan pada
fakta-fakta yang tampak.
Metode penelitian kualitatif digunakan karena
beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah
apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode kualitatif menyajikan
secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode
kualitatif lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Metode penelitian yang kami gunakan adalah
penelitian fenomenologi yang termasuk ke dalam penelitian kualitatif.
Penelitian fenomenologi merupakan penelitian yang berawal dari gejala atau
fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat. Pada studi kasus, fenomena yang
terjadi diselidiki secara mendalam untuk mengungkap fakta dalam gejala atau
fenomena sosial. Dalam penelitian ini, kami sebagai peneliti berusaha
menafsirkan atau menginterpretasikan
makna fenomena dengan teori yang sesuai karakteristik fenomena tersebut.
Penelitian ini kami lakukan dalam situasi yang alami dan apa adanya.
4.4 Sumber
Data
Wawancara yang
dilakukan oleh penulis kepada beberapa responden, yaitu siswa SMAN 1 Blitar.
4.5 Teknik
Pengumpulan Data
Penggunaan teknik pengumpulan data harus disesuaikan
dengan instrumen yang digunakan. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan
wawancara langsung kepada subyek penelitian
dengan alasan agar dapat memperoleh data yang benar dan bisa
dipertanggungjawabkan. Untuk mendapatkan data yang baik dan tepat, penulis
terlebih dahulu menetapkan sumber data yang diperlukan. Hasil dari wawancara
tersebut tersebut kemudian dilakukan transkripsi, dan pemahaman agar ada
kejelasan perbedaan antara bahasa sehari-hari dengan bahasa literatur sehingga
dapat diperoleh bahasa ilmiah yang tepat.
Dalam pelaksanaannya, peneliti menyampaikan beberapa
pertanyaan kepada narasumber penelitian tentang hal-hal yang berkaitan dengan
penggunaan kendaraan (motor) untuk menempuh suatu jarak tertentu dan
hubungannya dengan kesadaran masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
disampaikan kepada narasumber sampai bisa membuka dan mengungkap baik
pengalaman/pengetahuan eksplisit maupun yang tersembunyi di balik itu, termasuk
informasi yang berkaitan dengan masa lampau, sekarang, maupun saran dan harapan
ke depannya. Penulis melakukan pengumpulan data secara sistematis sesuai apa
yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam proses wawancara ini diharapkan
terjadi diskusi, obrolan spontanitas dengan subyek penelitian sebagai pemecahan
masalah.
4.6 Teknik
Cuplikan atau Sampling
Sampel adalah himpunan bagian (subset) dari suatu
populasi, sedangkan sampling adalah proses seleksi dan pengambilan sebuah
sampel dari populasinya (Zainuddin, 2011).
Dalam suatu penelitian, metode sampling menjadi
salah satu aspek yang penting dan diperlukan, karena akan menentukan validitas
eksternal dari hasil penelitian, dalam arti menentukan seberapa luas atau
sejauhmana keberlakuan atau generalisasi kesimpulan hasil penelitian. Dengan
demikian, kualitas sampling akan menentukan kualitas kesimpulan suatu
penelitian. Oleh karena itu, setiap kelemahan dalam metode sampling akan
menyebabkan kelemahan kesimpulan, kelemahan ramalan atau dalam tindakan yang
mendasarkan pada hasil penelitian tersebut (Zainuddin, 2011).
4.7 Validitas
Data
Menurut Arikunto (2010), validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkatan kevalidan atau kesahihan sebuah instrumen.
Suatu instrumen dinyatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan
dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Menurut
Sugiyono (2013), validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi
pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Suatu
data dikatakan valid apabila tidak ada perbedaan antar data yang dilaporkan
peneliti dengan data yang sesungguhnya. Untuk itu setelah melakukan pengamatan,
peneliti melakukan wawancara guna menguji keabsahan dan kepastian kebenarannya.
Sehingga dari data yang didapat terbukti valid.
4.8 Teknik
Analisis
Analisis adalah upaya atau cara untuk mengolah data
menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut bisa dipahami dan
bermanfaat untuk solusi permasalahan, terutama masalah yang berkaitan dengan
penelitian. Analisis juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
mengubah data hasil dari penelitian menjadi informasi yang nantinya bisa
dipergunakan dalam mengambil kesimpulan.
Teknik analisis yang penulis gunakan dalam
penelitian ini yaitu teknik analisis data kualitatif secara deskriptif.
Pengertian analisis data kualitatif menurut (Bogdan & Biklen, 1982) adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain yang didapat dari kegiatan wawancara. Hasil wawancara
diolah lebih mendalam dan diperiksa keabsahannya, serta membandingkannya dengan
berbagai informasi yang terkait.
BAB
IV
PEMBAHASAN
DAN ANALISIS
4.1 Deskripsi
Lokasi Penelitian
SMAN 1 Blitar merupakan lokasi yang kami pilih untuk
melakukan penelitian ini. SMAN 1 Blitar merupakan salah satu sekolah unggulan
di Kota Blitar
dimana sebagian besar siswanya menggunakan sepeda motor sebagai sarana
transportasi ke sekolah sehingga kami menjadikan beberapa siswa di SMAN 1
Blitar sebagai sampel dari masyarakat dan kami menjadikan SMAN 1 Blitar sebagai
lokasi penelitian.
4.2 Pokok-Pokok
Temuan Penelitian
·
Dari 11 sampel siswa yang telah kami wawancara, semua responden pernah
bepergian dengan mengendarai sepeda motor dalam kurun waktu antara tanggal 19 –
26 Februari 2016.
·
Dari 11 sampel siswa yang telah kami wawancara, 9 responden pergi ke tempat
umum dengan mengendarai sepeda motor.
·
Dari 11 sampel siswa yang telah kami wawancara, 10 responder menyatakan
bahwa tempat tujuan mereka dapat dijangkau dengan bersepeda atau berjalan kaki
tanpa menggunakan sepeda motor.
·
Dari 11 sampel siswa yang telah kami wawancara, 8 responden beralasan pergi
ke tempat tujuan mereka menggunakan sepeda motor agar menghemat waktu. Alasan
lainnya yaitu agar tidak cepat lelah, faktor kesehatan, efisien, keamanan, dan
karena malas.
·
Dari 11 sampel siswa yang telah memberikan pendapat mereka tentang
kebiasaan menggunakan sepeda motor tersebut, 10 responden sadar bahwa kebiasaan
yang mereka lakukan mengacu pada pemborosan atau konsumtif.
4.3 Pembahasan/Analisis
4.3.1
Pengertian Konsumtif
dan Gaya Hidup
4.3.1.1
Perilaku Konsumtif
Lubis
(Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi
berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan
yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Sedangkan Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku
konsumtif adalah kencenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas
dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan.
Sedangkan
Anggasari (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah tindakan
membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya
menjadi berlebihan. Lebih lanjut Dahlan (dalam Sumartono, 2002) mengatakan
perilaku konsumtif yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan,
penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan
kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang
dikendalikan dan didorong oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan
semata.
Kesimpulannya
adalah perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan
barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki
kencenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih
mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya
kehidupan mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling mewah yang
memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik.
4.3.1.2
Gaya Hidup
Menurut
Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dan Mowen (1995) gaya hidup adalah suatu
pola hidup yang menyangkut bagaimana orang menggunakan waktu dan uangnya. Gaya
hidup juga dapat didefinisikan sebagai suatu frame of reference atau kerangka
acuan yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku, dimana individu tersebut
berusaha membuat seluruh aspek kehidupannya berhubungan dalam suatu pola
tertentu, dan mengatur strategi begaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang
lain.
Gaya
hidup terdiri dari kegiatan, minat, dan opini. Kegiatan adalah tindakan nyata
seperti menonton suatu media, berbelanja di toko, atau menceritakan kepada
orang lain mengenai hal baru (perilaku konsumtif). Minat akan semacam objek,
peristiwa, atau topik adalah tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus
maupun terus menerus kepadanya. Opini adalah “jawaban” lisan atau tertulis yang
orang berikan sebagai respon terhadap situasi stimulus dimana semacam
pertanyaan diajukan.
4.3.2
Perilaku Konsumtif yang Menjadi Bagian
dari Gaya Hidup
Gaya
hidup mempengaruhi perilaku seseorang yang akhirnya menentukan pilihan-pilihan
konsumsi seseorang. Gaya hidup ikut berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan
didukung oleh fasilitas-fasilitas yang ada (Wagner, 2009). Dalam artian luas
konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih
mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau
juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah.
Gaya
hidup yang lambat laun merambah ke seluruh aspek kehidupan dapat menjadi budaya
tersendiri. Gaya hidup konsumtif seseorang meluas menjadi budaya konsumtif
sekelompok masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah
satu di antaranya adalah fenomena konformitas yang sangat wajar terjadi di
kalangan remaja dan dewasa muda.
4.3.3
Faktor Pembentuk Budaya Konsumtif
Menurut
Soekanto (1942), di dalam setiap masyarakat terdapat apa yang dinamakan
pola-pola perilaku atau patterns of behavior. Pola-pola
perilaku merupakan cara-cara masayarakat bertindak atau berkelakuan yang sama
dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Kecuali terpengaruh
oleh tindakan bersama tadi, maka pola-pola perilaku masyarakat sangat
dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakatnya.
Dalam
berbagai kepustakaan, ada semacam kesepakatan bahwa sikap tidak lain merupakan
produk dari proses sosialisasi di mana sikap seseorang terhadap obyek yang
bersangkutan dipengaruhi oleh lingkungan sosial serta kesediaan untuk bereaksi
terhadap obyek tersebut (Widaghdo, 1999). Hal ini dapat dihubungkan dengan
budaya konsumtif, di mana sikap seseorang terhadap rasa inginnya untuk memiliki
sesuatu menjelma menjadi kebutuhan tersier yang wajib dipenuhi dengan segera.
Pemenuhan dengan segera merupakan langkah yang harus dilakukan akibat orang
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, dan ia bereaksi dengan mengikuti
mayoritas orang di sekitarnya yang memiliki perilaku konsumtif.
Budaya
konsumtif yang paling sering kita temui di kehidupan sehari-hari di antaranya
adalah kebiasaan berbelanja (shopping) yang menggelayuti
berbagai kalangan. Di kalangan menengah ke bawah, budaya konsumtif paling
sering terlihat di saat momen Hari Raya Lebaran. Bagaimanapun keadaan ekonomi
mereka saat itu, kegiatan berbelanja pakaian baru bagi seluruh anggota keluarga
nampaknya telah menjadi suatu keharusan. Mereka merasa seperti ada yang kurang
bila tidak mengenakan segala sesuatu yang baru di hari raya. Tidak kalah dengan
kalangan menengah ke bawah, kalangan menengah ke atas pun memiliki budaya
konsumtif dalam bentuk yang berbeda. Kalangan ini lebih senang membelanjakan
uangnya pada tempat yang sedang tren. Sebagai contoh, ketika sebuah perusahaan clothing
asal Swedia, H&M, baru-baru ini membuka cabangnya di beberapa kota besar di
Indonesia, secara masive para pengunjung pusat-pusat hiburan di mana toko
tersebut berada berbelanja dan memanjakan matanya di sana. Antrian yang
mengular di depan pintu toko tersebut menarik perhatian pengunjung mall yang
lewat, meninggalkan kesan bahwa toko tersebut memang berkualitas bagus dan atau
berharga murah. Padahal, sebagian besar orang yang mengantre merupakan
‘konsumen dadakan’ yang mungkin bahkan belum menyiapkan dana untuk berbelanja.
Hanya didasari oleh fenomena konformitas ditambah dengan perilaku konsumtif
dari diri masing-masing, sebagian besar pengunjung mall tertarik untuk ikut berbelanja di toko tersebut.
Fenomena
konformitas sesungguhnya bukanlah tantangan yang tidak bisa dihadapi oleh
masyarakat madani. Kelemahan terbesar yang membuat sebagian besar masyarakat
menjadi pengikut arus adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri. Menurut Ogburn
(dalam Lauer, 1993), ketidakmampuan menyesuaikan diri berakibat bagi kualitas
hidup manusia. Ia menyatakan ada dua jenis penyesuaian sosial. Pertama,
penyesuaian antara berbagai bagian kebudayaan. Kedua, penyesuaian antara
kebudayaan dan manusia. Pengertian diri tak dapat dilepaskan dari konteks
sosial maupun budaya, karena meskipun merupakan kumpula relasi dengan dunia,
diri juga memiliki kemampuan untuk memilah-milah pengaruh dari luar dan memilih
unsur mana yang akan diintegrasikan dalam konfigurasi diri. Manajemen terhadap
diri sendiri dimungkinkan dan hanya dapat dilakukan dengan pemanfaatan
kesadaran dalam beberapa derajat, dari derajat terendah hingga derajat
tertinggi yang mungkin dicapai (Takwin, 2008). Sebetulnya, apabila masyarakat
masing-masing dapat menyesuaikan diri terhadap kebudayaan baru yang datang dari
luar serta terhadap orang lain yang menjadi role model-nya,
budaya konsumtif tidak akan mewabah atau bahkan menjadi salah satu ciri
masyarakat Indonesia.
Selain
fenomena konformitas, brand awareness juga menjadi
faktor berkembangnya budaya konsumtif. Brand awareness
merupakan kemampuan pembeli dalam mengenal suatu merek secara cukup detil dalam
suatu kategori tertentu sehingga memudahkannya membeli (Ismarrahmini &
Brotoharsojo, 2005). Dalam konteks budaya konsumtif, brand
awareness dapat mencakup loyalitas merek, di mana sesorang dengan
perilaku konsumtif dapat membeli suatu barang yang sebetulnya tidak ia
butuhkan, namun atas dasar loyalitas terhadap merek yang ia percaya, ia tetap
membeli barang tersebut.
Salah
satu strategi pemasaran, yaitu strategi perluasan merek ikut membantu
perusahaan dalam mendapatkan loyalitas merek dari konsumen. Strategi perluasan
merek berusaha memasukkan produk baru pada pasar yang sudah tercipta. Dengan
menggunakan merek yang sudah diterima konsumen, konsumen cenderung dapat
mengurangi resiko yang mungkin diterima dari peluncuran produk baru melalui
merek yang sama. Nama merek yang telah dikenal baik dan disukai akan membentuk
harapan konsumen berkaitan dengan kemungkinan komposisi dan kinerja sebuah
produk baru didasarkan pada apa yang telah mereka ketahui tentang merek itu
sendiri dan pada tingkat mana konsumen merasa informasi tersebut relevan dengan
produk baru (Keller, dalam Barrett, et al : 1999).
4.3.4
Strategi Konsumerisme
1.
Pencitraan dan status sosial
Terjadi
pergeseran yang signifikan dalam masyarakat dalam mengkonsumsi barang, yaitu:
dari nilai guna menjadi nilai citra. Barang dibeli tidak dilihat dari aspek
kegunaannya, tetapi dari statusnya. Membeli hp dengan fitur terbaru dan bentuk
seperti hp termahal menunjukkan citra golongan tertentu. Hp lama dianggap jadul
dan hp baru semakin diminati. Pada tingkat ini, image dan status menyatu dalam
dunia ide manusia. Ketika orang membayangkan dan mengingini barang tersebut,
maka pencitraan sudah menunjukkan fungsinya dalam diri orang tersebut. Memiliki
barang tertentu berarti memiliki status sosial tertentu Pencitraan bahkan
dilakukan melewati realita yang ada (hyperrealitas). Dalam masyarakat yang
demikian, rasio kegunaan berubah menjadi rasio keinginan. Yang disentuh dalam
hal ini adalah ego konsumen.
2.
Budaya Massa
Pada waktu
yang bersamaan dengan pencitraan, postmodernisme mengumandangkan persamaan.
Barang diproduksi secara masal dan dapat dikonsumsi semua orang. Semua
mengkonsumsi hp, dari kalangan ekonomi atas sampai kalangan ekonomi rendah. Hp
bukan lagi merupakan barang yang mewah. Dalam kaitan dengan pencitraan dan
status sosial, maka perbedaan kecil saja dapat dijadikan menjadi personalisasi
golongan tertentu. Sebab itu, pola: perbedaan – persamaan (budaya masa) –
perbedaan kembali meski kecil, mengarahkan semangat konsumsi dalam masyarakat.
Pada dua strategi ini, iklan media dan televisi menjadi alat untuk membentuk
pola pikir ini dalam masyarakat.
3.
Lingkaran Produksi: semakin banyak
produksi, harga semakin murah
Logika
semakin banyak produksi, harga semakin murah, membuat produsen memproduksi
barang sebanyak mungkin. Produksi yang semakin menimbun membuat persaingan
semakin meningakat dan produsen memikirkan pola pencitraan yang tepat. Pola ini
melingkar dan membentuk sebuah rangkai produksi dan konsumsi dalam masyarakat.
Proses konsumsi pada akhirnya dimasukkan dalam proses produksi dengan
memproduksi pencitraan.
4.3.5
Teori
Mengenai Konsumerisme
1.
Teori Produksi Karl Max
Teori ini
mengetengahkan pertentangan antara kaum buruh dan kaum pengusaha. Di dalamnya
didapati konsep mengenai ideologi, fetisisme komoditas dan reifikasi. Hal ini
mengarahkan pada pencarian sosok yang paling bertanggungjawab dalam pembuatan
pencitraan dan fenomena konsumerisme sekaligus komoditas yang ditunjukkan dan
pola pengasingan masyarakat yang terjadi.
2.
Teori Pasca Strukturalisme
Telah
strukturalisme menunjukkan perilaku konsumsi dijalankan oleh pemaknaan yang
terjadi. Dari perspektif struktural, yang dikonsumsi adalah tanda (pesan,
citra) dan bukan sekedar komoditas. Dari situ dapat didefinisikan hubungan
semuanya dengan seluruh komoditas dan tanda. Dengan strukturalisme bahkan dapat
juga dijangkau logika bawah sadar berupa kode dan tanda.
4.3.6
Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumerisme
4.3.6.1
Faktor eksternal atau lingkungan
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dimana individu tersebut dilahirkan dan dibesarkan. Konsumen
yang berasal dari lingkungan yang berbeda akan memiliki penilaian, kebutuhan,
dan selera yang berbeda-beda. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
perilaku konsumen adalah:
a. Kebudayaan
Manusia dengan kemampuan akal budinya telah mengembangkan
berbagai macam sistem perilaku demi keperluan hidupnya. Faktor budaya mempunyai
pengaruh paling luas dan mendalam dalam perilaku konsumen. Menurut Stanton
(Swastha dan Handoko, 1982, h.59) kebudayaan merupakan simbol dan fakta yang
kompleks, diciptakan manusia, dan diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur perilaku manusia
dalam masyarakat yang ada. Kebudayaan adalah determinan yang paling fundamental
dari keinginan dan perilaku seseorang (Kotler, 1995, h.203-204). Pengaruh
kebudayaan pada perilaku konsumen dapat tercermin pada cara hidup, kebiasaan,
dan tradisi dalam permintaan akan bermacam-macam barang dan jasa di pasar.
b. Sub kebudayaan
Kebudayaan terdiri atas sub-sub
budaya yang lebih kecil. Sub-sub budaya ini memberikan banyak ciri-ciri dan
sosialisasi khusus bagi anggota-anggotanya. Sub kebudayaan terdiri atas
kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis (Kotler, 2000, h.183).
c. Kelas sosial
Kelas sosial adalah pembagian
masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hierarkis
dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa
(Kotler, 2000, h, 186).
Perilaku konsumen antar kelas
sosial yang satu akan berbeda dengan kelas sosial yang lain. Pada umumnya
seseorang dari golongan bawah akan menggunakan uangnya dengan cermat bila
dibandingkan dengan mereka yang berasal dari golongan atas. Konsumen dari
golongan atas, dalam memilih barang biasanya cenderung berbelanja dengan
memilih yang terbaik (Swasta dan Handoko, 1987, h 63).
d. Kelompok sosial atau
referensi
Swastha dan Handoko
(1987, h.66) menyatakan bahwa manusia sejak lahir mempunyai keinginan untuk
menjadi satu dengan lingkungannya dan berinteraksi dengan manusia lain.
Keinginan tersebut menimbulkan kelompok sosial yaitu kesatuan sosial yang
menjadi tempat individu berinteraksi satu sama lain.
Kelompok sosial ini sering disebut
sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan adalah kelompok yang mempunyai pengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap pendirian atau perilaku seseorang
(Kotler, 1995, h.208).
e. Keluarga
Keluarga
merupakan pengaruh utama dalam pembentukan sikap dan perilaku seseorang.
Peranan setiap anggota keluarga dalam membeli berbeda-beda menurut barang yang
akan dibelinya. Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap
perilaku membeli (Swastha dan Handoko, 1987, h.70).
Kotler
menambahkan bahwa selain kelima faktor diatas ada satu lagi faktor eksternal
yang mempengaruhi perilaku konsumtif, yaitu peran dan status sosial. Peran
meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing
peran menghasilkan status.
4.3.6.2
Faktor internal, terdiri atas:
a. Motivasi
Kotler (1995, h.216) motif atau dorongan adalah suatu
kebutuhan yang dapat mendorong seseorang untuk bertindak. Motivasi seseorang
dalam membeli adalah memuaskan dorongan kebutuhan dan
keinginan yang diarahkan untuk mengurangi rasa ketegangan.
b.
Pengamatan
Pengamatan
merupakan respon dimana konsumen menyadari dan menginteprestasikan aspek
lingkungan. Pengamatan seseorang dipengaruhi oleh pengalamannya. Pengalaman
diperoleh dari semua perbuatan di masa lalu yang dipelajari. Hasil pengamatan
individu akan membentuk pandangan tertentu terhadap suatu produk.
c.
Belajar
Perubahan
perilaku terjadi karena adanya pengalaman (Swastha dan Handoko, 1987, h.84).
Proses belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku individu yang bersumber
dari pengalaman. Proses pembelian oleh konsumen merupakan proses belajar yang
dapat terjadi bila konsumen ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasaan.
d.
Kepribadian
Kepribadian
dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada pada
individu yang sangat menentukan perilakunya (Mangkunegara, 2002, h.46).
Kepribadian dapat diuraikan dalam sifat-sifat percaya diri, dominasi, kemudahan
bergaul, otonomi, mempertahankan diri, menyesuaikan diri, dan keagresifan
(Kotler dan Amstrong, 2001, h.211). Sifat-sifat ini berbeda pada tiap individu.
Perubahan sifat-sifat individu tentunya akan membentuk pola perilaku yang
berbeda pula, termasuk dalam hal mengkonsumsi suatu barang.
e.
Konsep diri
Menurut Kotler dan
Amstrong (2001, h.211) dasar pemikiran konsep diri adalah apa yang dimiliki
seseorang memberi kontribusi dan mencerminkan identitas mereka. Konsep diri
merupakan cara kita melihat diri sendiri dalam waktu tertentu sebagai gambaran
tentang apa yang kita pikirkan (Mangkunegara, 2002, h.47). Konsep diri yang
berbeda pada setiap orang menyebabkan pandangan seseorang dalam membeli produk
juga berbeda.
f.
Sikap dan keyakinan
Sikap merupakan evaluasi, perasaan,
emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu objek atau
gagasan. Sikap membeli dilakukan konsumen berdasarkan pengalaman dan proses
belajar yang dapat berupa sikap positif atau negatif terhadap produk tertentu
(Kotler dan Amstrong, 2001, h.218).
Keyakinan merupakan gambaran
pemikiran yang dianut seseorang terhadap suatu hal. Menurut Kotler dan Amstrong
(2001, h.218) keyakinan seseorag didasarkan pada pengetahuan, pendapat, atau
kepercayaan.
g. Gaya Hidup
Gaya hidup menggambarkan cara hidup
dan tingkah laku seseorang. Menurut Assael (1984, h.236) gaya hidup secara
garis besar didefinisikan sebagai kecenderungan dalam hidup yang
diidentifikasikan dengan bagaimana orang menghabiskan
waktunya (aktivitas), apa yang dianggapnya penting dalam lingkungannya
(interes), dan bagaimana orang tersebut memikirkan diri dan dunia sekelilingnya
(opini).
Gaya hidup seseorang dipengaruhi
oleh kebudayaan, demografi, ekonomi, dan aspek psikologis orang yang
bersangkutan. Gaya
hidup juga terkait dengan status sosial individu (Kotler dan Amstrong, 2001,
h.208).
h. Keadaan ekonomi dan pekerjaan
Pilihan
terhadap suatu produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang
(Kotler, 2000, h.191). Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang
dapat dibelanjakan (tingkat, status, dan polanya), tabungan dan kekayaan,
kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap pengeluaran. Seseorang akan membeli
barang yang dibutuhkan atau diinginkan jika pendapatan yang dialokasikan untuk pembelanjaan
memungkinkan.
i.
Usia dan tahap siklus
hidup
Orang
membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Usia seseorang
mempengaruhi selera seseorang terhadap pakaian, perabot, dan rekreasi (Kotler
dan Amstrong, 2001, h.206).
4.3.7
Pengaruh Konsumerisme
4.3.7.1 Pengaruh Positif
1.
Konsumerisme dapat meningkatkan
dinamika dalam masyarakat. Dinamika dalam masyarakat dibutuhkan dalam upaya
menuju perkembangan masyarakat. Memang tidak selamanya dinamika mengarah kepada
hal yang positif (perkembangan), tetapi masyarakat yang dinamis menyimpan
potensi semangat untuk melakukan perubahan.
2.
Konsumerisme didukung dengan
berbagai kemudahan yang ditunjukkan. Salah satunya adalah barang-barang yang
serba unik, baru dan melimpah. Harga pasar yang terjangkau dan persaingan yang
ketat. Dalam level praktis, konsumerisme selalu didukung dengan kemudahan
pasar. Inilah yang mengakibatkan banyak kalangan melakukannya, bahkan, meskipun
tidak menyadarinya.
4.3.7.2 Pengaruh Negatif
1.
Konsumerisme menuntun masyarakat
pada alienasi atau proses pengasingan dari diri dan keinginannya (bahkan
rasionalitasnya). Masyarakat dijadikan proyek produksi yang diiming-imingi
sesuatu dan diarahkan pada sesuatu. Masyarakat dibentuk dan dapat kehilangan
kesadarannya (consiousness-nya). Ini dapat terlihat dalam pola budaya massa.
Juga pencitraan melalui media massa.
2. Konsumerisme
dapat melanggengkan ketidakadilan. Proses produksi dapat dengan mudah menindas
kaum yang kecil dan keadilan tidak seimbang. Meskipun budaya massa dapat
berarti menyeragaman, tetapi dilihat dari keseimbangan pendapatan dan kekayaan
maka akan nampak semakin tidak seimbang. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin
semakin miskin dan terbodohi.
3. Konsumerisme
meningkatkan konsumsi dan membahayakan keseimbangan alam. Dengan pola produksi
dan konsumsi yang berlebihan, beban bumi dalam menyeimbangkan alam menjadi
semakin berat. Mari kita lihat limbah produksi, limbah hasil produksi disertai
ketidakmauan berpikir untuk melakukan daur ulang. Hal ini dapat membahayakan
bumi.
4. Konsumerisme dapat meningkatkan kriminalitas. Hal
ini disebabkan karena meningkatnya keinginan dan kebutuhan, tanpa diimbangi
dengan meningkatnya daya beli masyarakat. Meskipun ini adalah sisi negatif
tidak langsung, tetapi hal ini harus diwaspadai.
4.3.8
Menyikapi Budaya Konsumtif yang Mewabah
di Masyarakat
Dari
peristiwa-peristiwa tersebut dapat kita lihat bagaimana budaya konsumtif secara
perlahan tapi pasti menjelma menjadi salah satu ciri khas masyarakat perkotaan
di Indonesia di era globalisasi ini. Terlepas dari karut-marut perekonomian di
Indonesia, seperti naiknya harga BBM dan mahalnya harga sembako, masyarakat
sepertinya selalu mempunyai dana untuk memenuhi nafsu belanjanya. Di satu sisi
mereka menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM, tetapi di sisi
lain mereka tetap bisa menghabiskan uang mereka untuk membeli barang-barang
yang sebetulnya tidak mereka butuhkan.
Budaya
konsumtif ini bukan tidak mungkin akan mengakar pada generasi-generasi
selanjutnya, yang dikhawatirkan akan memberikan lebih banyak dampak negatif.
Sebagai bagian dari generasi penerus, sudah sepatutnya kita lebih selektif
dalam menerima budaya yang didapat dari dunia luar. Permasalahan sosial yang
terjadi dewasa ini tidak menutup kemungkinan berasal dari suatu hal yang cukup
sederhana seperti perilaku konsumtif. Karena perilaku konsumtif seseorang, maka
orang lain yang merasa ingin mengikuti gaya hidupnya (misal karena yang
bersangkutan adalah public figure) akan berusaha
untuk mengikuti arus dan memilih gaya hidup yang ia anggap nyaman tersebut,
padahal sebetulnya secara ekonomi ia tidak seberuntung orang yang ia jadikan
panutan. Tetapi karena perilaku konsumtifnya menular, maka orang ini akan
cenderung menghalalkan segala cara untuk tetap mengikuti tren tersebut,
sehingga berdampak pada perilaku menyimpang seperti mencuri.
Dengan
merasa percaya diri dan menjadi diri sendiri di manapun kita berada, kita telah
berupaya menepis dampak negatif dari budaya konsumtif. Melatih kesabaran dengan
tidak membeli semua hal yang kita inginkan, bukan kita butuhkan, juga dapat
menjadi sikap yang baik di tengah maraknya budaya konsumtif. Upaya ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengurangi frekuensi berkunjung ke
pusat perbelanjaan, menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat, dan lain
sebagainya. Menyikapi fenomena yang terjadi setiap hari di sekitar kita memang
bukan suatu hal yang mudah, tetapi alangkah baiknya kita melatih diri untuk
bersikap tidak mengikuti arus apabila arus yang dimaksud lebih banyak membawa
dampak negatif.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
·
Faktor atau alasan yang mendorong masyarakat menggunakan sepeda motor untuk
menempuh jarak yang dekat adalah untuk menghemat waktu, tenaga, kesehatan,
keamanan, dan rasa malas.
·
Dampak sosial yang timbul akibat penggunaan sepeda motor untuk menempuh
jarak yang dekat tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat.
·
Masyarakat sadar bahwa menggunakan sepeda motor untuk menempuh jarak yang
dekat adalah salah bentuk dari gaya hidup boros atau konsumtif.
5.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa saran bahwa seharusnya masyarakat
berupaya mengurangi penggunaan sepeda motor dan beralih menggunakan sepeda
sebagai alternatif kendaraan untuk menempuh tempat yang berjarak tidak terlalu
jauh.
DAFTAR PUSTAKA
http://Budaya%20Konsumtif%20di%20Indonesia%20%20%20Gaya%20Hidup%20Masyarakat%20Global%20_%20inadlina.htm
Purwasih, Joan Hesti Gita, dkk.
2014. Sosiologi Peminatan Ilmu-Ilmu
Sosial. Klaten: Intan Pariwara.
LAMPIRAN
Pertanyaan yang kami ajukan dalam wawancara yaitu:
1.
Selama seminggu terakhir ini, apakah Anda pernah bepergian dengan
mengendarai sepeda motor?
2.
Bisakah anda sebutkan tujuan Anda yang paling dekat?
3.
Berdasarkan perkiraan Anda, apakah jarak tersebut mungkin dijangkau dengan
berjalan kaki atau bersepeda? Jelaskan alasannya!
4.
Mengapa Anda menggunakan sepeda motor?
5.
Bagaimana pendapat dan saran Anda mengenai terjadinya hal tersebut?
DAFTAR FOTO
BIODATA
PENULIS
Nama : Ananta Bryan Tohari Wijaya
Tempat
lahir : Blitar
Tanggal
lahir : 6 Januari 2000
Alamat rumah : Desa Panggungasri RT
04 RW 03Nomor
Alamat E-mail : Ananta_thegreat44@yahoo.com
Nama : Cindy Rizkika
Maharani
Tempat lahir : Blitar
Tanggal lahir : 26 Mei 2000
Alamat rumah : Jl. R.A. Kartini No 68 Kedung Bunder, Sutojayan
Nomor HP : 085791850520
Alamat E-mail : cindyrizkika9b@gmail.com
No comments:
Post a Comment