Makalah
Manusia Purba di Indonesia
Tugas Sejarah
Oleh :
Erica Arsyillahi (11)
Luthfie Putra Taradima (20)
Mum’tazatul Hanifah (23)
Vandhana Prasasti Salsabila (33)
Vebry Eko Erdianto (34)
Vivi
Gitta Fitri (36)
X
MIPA 1
SMA
NEGERI 1 KOTA BLITAR
Tahun
Pelajaran 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Sejarah membuat makalah. Pada kesempatan kali ini
kami menulis makalah dengan judul “Manusia
Purba di Indonesia”.
Secara garis
besar karya tulis ilmiah ini disusun secara ringkas dan sistematis agar para
pembaca lebih mudah memahami isi makalah
ini. Isi makalah ini
tersusun atas pendahuluan, kajian pustaka,
pembahasan, dan penutup serta lampiran
yang sudah ditulis secara singkat dan jelas.
Pengetahuan ini masih jauh dari lengkap dan sempurna
untuk menjangkau pengetahuan-pengetahuan yang semakin hari semakin banyak
berkembang.
Menyadari kekurangan yang ada pada makalah yang kami tulis ini,
dengan kerendahan hati penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun agar makalah
yang kami tulis akan datang lebih baik dan sempurna. Kami sebagai penyusun
berharap semoga makalah
yang telah ditulis ini bermanfaat
bagi pembaca. Amiin.
Blitar, September 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan Makalah................................................................................... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................................................ 3
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................................... 4
3.1
Sejarah Manusia Purba di
Indonesia....................................................................... 4
3.2 Jenis-Jenis Manusia Purba yang
Ditemukan di Indonesia...................................... 5
3.3
Lokasi Penemuan Fosil Manusia Purba di Indonesia............................................. 9
BAB IV
PENUTUP............................................................................................................. 14
4.1
Kesimpulan........................................................................................................... 14
4.2
Saran..................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 15
LAMPIRAN......................................................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia yang hidup pada zaman pra aksara sekarang sudah berubah menjadi fosil. Penemuan-penemuan fosil
ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan
wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok dihuni manusia kala itu. Fosil
manusia yang ditemukan di Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa
jenis. Penemuan-penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah
sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu maupun hewan
yang pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini.
Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia
mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Hal ini
diketahui dari kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19, dimana mereka
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia. Dengan
begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil-fosil yang
ditemukan. Itu sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan
terperinci mengenai manusia purba yang ditemukan di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
Masalah yang akan ditulis pada
makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana sejarah manusia purba di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana jenis-jenis manusia purba yang ditemukan
di Indonesia?
1.2.3 Dimana saja lokasi penemuan fosil manusia purba di
Indonesia?
1.3
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan
dari makalah adalah sebagai berikut:
1.3.1
Menjelaskan
sejarah manusia purba di Indonesia.
1.3.2
Mendiskripsikan
jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia.
1.3.3
Menjelaskan
lokasi penemuan fosil manusia purba di Indonesia
1.4
Manfaat
Penulisan Makalah
1.4.1
Bagi pembaca. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pembaca untuk menambah
pengetahuan tentang kehidupan manusia purba di Indonesia pada zaman dahulu.
1.4.2
Bagi Penulis. Dapat menjadi informasi berharga bagi para penulis guna menciptakan tulisan
yang lebih bermanfaat bagi masyarakat untuk bisa mengetahui kehidupan manusia purba di
Indonesia.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
Pernahkah kamu
mendengar tentang Situs Manusia Purba Sangiran? Kini Situs Manusia Purba
Sangiran telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia, tentu ini
sangat membanggakan bangsa Indonesia. Pengakuan tersebut tentu didasari
berbagai pertimbangan yang kompleks. Satu di antaranya karena di
wilayah tersebut tersimpan ribuan
peninggalan manusia purba yang menunjukkan proses kehidupan manusia dari masa
lalu. Sangiran telah menjadi sentral bagi kehidupan manusia purba. Berbagai
penelitian dari para ahli juga dilakukan di sekitar Sangiran. Beberapa temuan
fosil di Sangiran telah mendorong para ahli untuk terus melakukan penelitian
termasuk di luar Sangiran. Dari Sangiran kita mengenal beberapa jenis manusia
purba di Indonesia. Setelah ditetapkan sebagai warisan dunia, Situs Manusia
Purba Sangiran dikembangkan sebagai pusat penelitian dalam negeri dan luar
negeri, serta sebagai tempat wisata. Selain itu Sangiran juga memberi manfaat
kepada masyarakat di sekitarnya, karena pariwisata di daerah tersebut.
BAB
III
PEMBAHASAN
Makalah
ini membahas tentang sejarah manusia purba di Indonesia, jenis-jenis manusia
purba yang ditemukan di Indonesia, dan lokasi penemuan fosil manusia purba di Indonesia.
3.1
Sejarah
Manusia Purba di Indonesia
Indonesia
merupakan salah satu tempat ditemukannya fosil manusia purba. Ini artinya,
Indonesia pada masanya pernah didiami oleh manusia purba. Kenyataan ini
menjadikan Indonesia menjadi salah satu tempat penting bagi para ahli yang akan
melakukan studi tentang manusia purba. Adapun tempat lain yang juga ditemukan
fosil manusia purba yaitu Prancis, Jerman, Belgia, dan Cina.
Faktor
apakah yang membuat Indonesia menjadi tempat menarik untuk didiami oleh manusia
purba? Kita tahu, kehidupan manusia purba masih sangat bergantung oleh alam.
Jadi besar kemungkinan faktor utama yang menarik manusia purba untuk mendiami
Indonesia adalah kesuburan tanahnya serta kekayaan akan faunanya. Sejak 10.000 tahun yang lalu
ras-ras manusia seperti yang kita kenal sekarang ada di Indonesia. Pada kala
Holosin dikenal dua ras, yaitu ras Austromelanosoid dan ras mongoloid. Ras
Austromelanosoid mempunyai ciri-ciri tubuh agak besar, tengkorak kecil, rahang
kedepan, hidung lebar, alat pengunyah kuat. Ras mongoloid memiliki ciri-ciri
tubuh lebih kecil, tengkorang sedang, muka lebar dan datar, hidung sedang.
Temuan rangka manusia Pos Plestosin di pantai timur Sumatera Utara, gua-gua di
Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara. Sisa-sisa manusia di langsa
tamiang dan binjai menunjukkan ciri-ciri austromelanosoid.
Dengan
melihat keadaan di Sumatera Timur dan membandingkan dengan keadaan di pantai
selat Malaka, manusia ini memakan bintang laut, kerang laut, dan ikan,
disamping beberapa hewan darat, seperti babi dan badak. Manusia ini juga telah
mengenal api, mengubur mayat, dan upacara tertentu. Pada saat bersamaan di gua
lawa, sampung, ponorogo, didapati manusia yang termasuk ras Austromelanosoid.
Mereka hidup dari binatang buruan, seperti kerbau, rusa, dan gajah.
Di
Flores, yaitu Liang Toge, Liang Momer, dan Liang Panas didapatkan sisa-sisa
manusia yang menunjukkan ciri-ciri Austromelanooid. Di Liang Toge, Flores Barat
manusianya diperkirakan hidupnya secara meramu dan berburu. Dari data tersebut
maka populasi di Indonesia di kala Pos Plestosin: Sumatera, Jawa, dan Nusa
Tenggara didiami ras Austromelanosoid dengan sedikit unsur Mongoloid, tapi di
Sulawesi selatan menunjukan ras mongoloid. Mungkin karena pengaruh mongoloid
melalui Filipina – Kalimantan – Sulawesi.
Kehidupan
praaksara di Indonesia dimulai sejak munculnya manusia purba. Berdasarkan banyaknya
fosil purba yang ditemukan, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan tempat yang
menarik bagi manusia purba untuk ditempati. Oleh karena itu, Indonesia menjadi
sangat penting bagi para ilmuan
3.2
Jenis-Jenis
Manusia Purba yang Ditemukan di Indonesia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli, fosil manusia purba yang
ditemukan di Indonesia dapat dibedakan menjadi Meganthropus, Pithecanthropus,
dan Homo sapiens.
3.2.1
Meganthropus
Jenis manusia purba ini berdasarkan penelitian von Koenigswald di Sangiran pada tahun 1936 dan 1941. Ukuran fisik manusia
purba jenis ini serba besar dan bentuknya tegap. Para ahli kemudian menamai manusia purba jenis ini Meganthropus
paleojavanicus yang artinya manusia raksasa dari Jawa. Diperkirakan makanan
manusia jenis ini adalah tumbuhan dan masa hidupnya pada zaman Pleistosen Awal.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli
menduga Meganthropus paleojavanicus memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1)
Tulang pipi yang tebal
2)
Otot kunyah yang kuat
3)
Kening
menonjol
4)
Memiliki tonjolan belakang yang
tajam
5)
Tidak memiliki dagu
6)
Memiliki perawakan yang tegap
7)
Memakan jenis tumbuhan
8)
Geraham besar
9)
Bentuk muka
diduga masih masif
10)
Bentuk gigi
homonin
11)
Permukaan
kunyah tajuk terdapat banyak kerut
Fragmen fosil Meganthropus yang ditemukan masih
sangat sedikit. Sampai sekarang belum ditemukan perkakas atau alat-alat yang
digunakan oleh Meganthropus. Para ahli mengalami kesulitan dalam
mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan yang ditingalkan. Oleh karena itu,
para ahli masih berbeda pendapat tentang keberadaan Megantropus. Sebagian ahli
menganggap sebagai Pithecanthropus, tetapi ada juga ahli yang menganggapnya
sebagai Australopithecus.
3.2.2 Pithecanthropus
Manusia
purba jenis Pitchecanthropus banyak ditemukan di Indonesia nama
Pitchecanthropus berasal dari dua kata yaitu pithecos dan anthropus. Fosil
Pitchecanthropus dapat ditemukan di Trinil,
Mojokerto, Kedungbrubus, Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong. Daerah-daerah
tersebut diduga masih berupa padang rumput dengan pohon-pohon jarang sehingga
cocok sebagai daerah perburuan. Manusia jenis ini hidup dengan cara berburu dan
mengumpulkan makanan. Mereka tinggal di tempat terbuka dan hidup berkelompok.
Secara umum Pithecanthropus memiliki ciri-ciri
berubuh tegap dengan tinggi badan 165-180 cm, alat pengunyahnya tidak sehebat
Meganthropus, belum ada dagu dan hidungnya lebar dengan volume otak berkisar
750-1.300 cc. Pithecanthropus hidup sekitar 2,5 juta-200 ribu tahun yang lalu.
Beberapa jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia antara lain Pithecanthropus
mojokertensis, Pithecanthropus erectus, dan Pithecanthropus soloensis. Setiap
jenis manusia purba tersebut memiliki ciri fisik yang berbeda.
3.2.2.1
Pithecanthropus mojokertensis
Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera dari
Mojokerto) merupakan manusia purba jenis Pithecanthropus tertua yang ditemukan
di Indonesia. Manusia purba jenis ini diperkirakan hidup sekitar 2,5-1,25 juta
tahun yang lalu. Pithecanthropus mojokertensis ditemukan oleh von Koeningswald
di Mojokerto pada tahun 1936. Fosil yang berhasil ditemukan berupa tengkorak
anak-anak, atap tengkorak, rahang atas, rahang bawah, dan gigi lepas.
Berdasarkan temuan tersebut, ciri-ciri Pithecanthropus mojokertensis dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1) Tulang pipi kuat
2) Berbadan tegap
3) Tonjolan kening tebal
4) Otot tengkuk kukuh
5) Muka menonjol ke depan
6) Volume otak 650-1.000 cc
3.2.2.2
Pithecanthropus erectus atau Homo erectus
Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan
tegak) merupakan manusia purba yang memiliki persebaran paling luas. Sehingga
frakmen yang ditemukan lebih banyak. Fragmen fosil yang berhasil ditemukan
antara lain atap tengkorak, tulang paha, rahang bawah, gigi lepas, dan tulang
kering. Sebagian besar fosil ditemukan di tepi Sungai Bengawan Solo.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli menduga ciri-ciri
Pitchecanthropus Erectus sebagai
berikut:
1)
Tinggi badan sekitar 160 – 180
cm
2)
Volume otak berkisar antara 750
– 1000 cc
3)
Bentuk tubuh dan anggota badan
tegap, tetapi tidak setegap meganthropus
4)
Alat pengunyah kuat
5)
Bentuk geraham besar dengan rahang
yang sangat kuat
6)
Bentuk tonjolan kening tebal
melintang di dahi dari sisi ke sisi
7)
Bentuk hidung tebal dan lebar
8)
Bagian belakang kepala tampak
menonjol menyerupai wanita berkonde
9)
Muka menonjol ke depan, dahi
miring ke belakang
Sedangkan, hasil budaya Pithecanthropus erectus antara
lain:
-Kapak perimbas
-Kapak penetak
-Kapak gengam
-Pahat gengam
-Alat serpih
-Alat-alat tulang
3.2.3 Homo
Hasil penelitian Van
Koeningswald menyimpulkan
bahwa makhluk yang diberi nama homo ini memiliki tingkatan lebih tinggi
dibanding Pitchecanthropus Erectus dan Meganthropus. Bahkan manusia purba jenis
homo dapat dikatakan sebanding dengan manusia biasa. Di Indonesia ditemukan
tiga jenis fosil homo, yaitu Homo soloensies, Homo wajakensis, dan Homo florensiensis.
3.2.3.1
Homo soloensies
Nama
Homo soloensies berarti manusia dari solo. Fosil ini ditemukan oleh von Koeningswald di daerah
Ngandong, tepi Sungai Bengawan Solo antara tahun 1931-1934. Manusia jenis ini diperkirakan hidup sekitar
900-200 ribu tahun yang lalu.
Ciri-ciri
Homo Soloensis:
-
Volume otaknya antara 1000 –
1200 cc
-
Tinggi badan antara 130 – 210
cm
-
Berat badan
30-150 kg
-
Otot tengkuk mengalami
penyusutan
-
Muka tidak menonjol ke depan
-
Berdiri tegak dan berjalan
lebih sempurna
Hasil
Budaya Homo Soloensis
- Kapak gengam /
Kapak perimbas
- Alat serpih
- Alat-alat tulang
- Alat-alat zaman dahulu
3.2.3.2
Homo Wajakensis
Nama
Homo wajakensis berarti manusia dari wajak. Fosil ini ditemukan oleh Eugene
Dubois di Desa Wajak, Tulungagung pada tahun 1889. Manusia purba ini diperkirakan hidup sekitar 40-25
ribu tahun yang lalu. Menurut Eugene Dubois, Homo wajakensis termasuk ras
Australoid dan bernenek moyang Homo soloensis. Von Koeningswald memasukkan Homo
wajakensis dalam jenis Homo sapiens (manusia cerdas) karena sudah mengenal
upacara penguburan.
3.2.3.3
Homo florensiensis
Pada
tahun 2003 para ilmuwan dari Australia dan Indonesia melakukan peggalian di gua
Liang Bua, Flores. Mereka berhasil menemukan fosil tengkorak manusia purba yang
memiliki bentuk mungil atau hobbit. Manusia purba yang ditemukan di Gua Liang
Bua tersebut kemudian diberi nama Homo Floresiensis. Ukuran manusia ini tidak lebih besar dari anak-anak usia
lima tahun. Homo Floresiensis diperkirakan memiliki tinggi badan 100 cm dan
berat badan 30 kg. Selain itu, mereka sudah berjalan tegak dan tidak memiliki
dagu. Manusia purba ini hidup di Kepulauan Flores sekitar 18.000 tahun lalu.
Homo floresiensis hidup sezaman dengan gajah-gajah pigmi (gajah kerdil) dan
kadal-kadal raksasa (komodo) di Flores.
Menurut tim ilmuwan yang menemukan fosil
tersebut. Homo floresiensi merupakan keturunan spesies Homo erectus yang hidup
di Asia Tenggara sekitar 1 juta tahun lalu. Akibat proses seleksi alam, tubuh
mereka berevolusi menjadi bentuk yang lebih kecil. Hipotesis ini didasarkan
pada penemuan berbagai peralatan yang biasa digunakan oleh Homo erectus di
sekitar fosil Homo floresiensis. Selain itu, di Flores ditemukan fosil stegodon
(gajah purba) berukuran kecil. Penemuan ini semakin menguatkan ipotesis para
ilmuwan bahwa banyak makhluk hidup di pulau ini menyesuaikan diri dengan
habitatnya dengan cara menjadi lebih kecil.
Sementara
itu, dalam jumlah ilmiah Nature para ilmuwan lan menjelaskan Homo
Floresiensis sebagai spesies baru manusia. Akan tetapi, pendapat ini ditentang
oleh para peneliti dari Universitas Gadjah Mada. Menurut mereka, Homo floresiensis
bukan merupakan spesies baru, melainkan nenek moyang dari orang-orang katai
Flores yang menderita penyakit microcephalia, yaitu bertengkorak kecil
dan berotak kecil. Sampai sekarang penyakit tersebut masih ditemukan pada
beberapa penduduk yang hidup di sekitar Gua Liang Bua.
3.3 Lokasi Penemuan Fosil Manusia Purba di Indonesia
Penemuan fosil manusia purba untuk
sementara ini yang paling banyak ditemukan berada di Pulau Jawa. Meskipun di
daerah lain tentu juga ada, tetapi para peneliti belum berhasil menemukan
tinggalan tersebut atau masih sedikit yang berhasil ditemukan, misalnya di
Flores. Berikut ini akan dipaparkan mengenai penemuan penemuan penting fosil
manusia di beberapa tempat.
3.3.1 Sangiran
Secara
geografis, Sangiran terletak di kaki Gunung Lawu dan sekitar 15 km dari lembah
Sungai Bengawan Solo. Sangiran dianggap pusat peradaban besar, penting, dan
lengkap manusia purba di Indonesia, bahkan dunia. Sangiran merupakan pusat
perkembangan manusia dunia yang memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia
sejak 150.000 tahun yang lalu.
Karakteristik
wilayah Sangiran berbentuk menyerupai kubah raksasa berupa cekungan besar di
pusat kubah akibat erosi di bagian puncaknya. Kubah raksasa tersebut diwarnai
dengan perbukitan bergelombang. Kondisi deformasi geologis itu menyebabkan
tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil manusia puba
dan binatang, termasuk artefak. Lapisan batuan Sangiran memperlihatkan proses
evolusi lingkungan yang sangat panjang. Proses itu dimulai dari formasi
Kalibeng berlanjut pada formasi Pucangan, formasi Kabuh, dan formasi Notopuro.
Penelitian
purbakala di Sangiran diawali oleh P.E.C. Schemulling pada tahun 1864, dengan
laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran.
Semenjak dilaporkan Schemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu
yang lama. Selanjutnya, pada tahun 1895 Eugene Dubois mendatangi tempat ini,
tetapi Dubois tidak menghasilkan temuan sehingga dokter dan ahli anatomi tidak
berminat untuk melanjutkannya. Pada tahun 1932, seorang ahli geografi, L.J.C.
van Es, membuat peta geologi di kawasan Sangiran dengan skala 1:20.000. peta
ini kemudian dimanfaatkan oleh Gustav Heindrich Ralph von Koeningswald pada
tahun 1934 untuk melakukan survei eksploratif wilayah Sangiran.
Berbekal
peta tersebut, Koeningswald berhasil menemukan berbagai peralatan manusia
purba. Di sela-sela survei tersebut, pada tahun 1936 seorang penduduk
menyerahkan sebuah fosil rahang kanan manusia purba kepada Koeningswald. Inilah
temuan pertama fosil manusi purba yang diberi kode S1 (Sangiran 1). Sejak saat
itu hingga 1941, ditemukan fosil manusia purba Homo erectus. Homo erectus
merupakan takson paling penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada
tahapan manusia Homo sapiens, manusia modern.
Sejak
penemuan von Koeningswald, situs Sangiran menjadi sangat terkenal dan secara
resmi ditetapkan sebagai Warisan Dunia pada tahun 1966, yang tercantum dalam
Nomor 593 Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) UNESCO.
3.3.2 Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Trinil
merupakan sebuah situs paleoantropologi di pinggiran Bengawan Solo. Penelitian
kehidupan manusia purba di Trinilsudah dilakukan jauh sebelum penelitian yang
dilakukan von Koeningswald di situs Sangiran. Penelitian manusia purba di
Trinil dilakukan pertama kali oleh Eugene Dubois.
Penelitian
Eugene Dubois diawali dengan penggalian pada endapan aluvial Bengawan Solo dan
dari lapisan tersebut ditemukan tulang rahang. Dalam penggalian berikutnya,
Eugene Dubois berhasil menemukan gigi geraham, bagian atas tengkorak, dan
tulang paha kiri. Eugene Dubois memberi nama penemuannya Pithecanthropus
erectus yang berarti manusia kera berjalan tegak. Pada masa sekarang para ahli
sepakat menyebut Pitechanthropus erectus dengan sebutan Homo erectus yang
artinya manusia berjalan tegak.
Tengkorak
Pithecanthropus erectus dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang ke belakang.
Volume otaknya sekitar 900 cc, di antara otak kera (600 cc) dan otak manusia
modern (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bagian belakang
mata terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak yang belum
berkembang. Pada bagian belakang kepala terlihat bentuk meruncing yang diduga
pemiliknya merupakan perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan
antartulang kepala, ditafsirkan individu ini telah mencapai usia dewasa.
Penemuan
manusia purba jenis Homo erectus oleh Eugene Dubois telah mendorong beberapa
penelitian lain. Pada tahun 1907-1908 Selenka melakukan penelitian dan
penggaian di Desa Trinil. Dalam penelitiannya ini, Lenere Selenka tidak
berhasil menemukan fosil manusia. Akan tetapi, ia berhasil menemukan
fosil-fosil hewan dan tumbuhan yang dapat memberikan dukungan untuk
menggambarkan lingkunga hidup Homo erectus. Inilah penelitian pertama yang
mengaitkan fosil manusia dengan lingkungan alamnya.
3.3.3 Ngandong
Ngandong
merupakan sebuah desa di tepi Bengawan Solo dalam wilayah Kabupaten Blora, Jawa
Tengah. Pada tahun 1933, Ter Haar, Oppenoorth, dan von Koeningswald melakukan
penelitian di daerah ini dan berhasil menemukan beberapa atap tengkorak yang
diidentifikasi sebagai Homo soloensis. Berdasarkan morfologi yang dimiliki,
manusia Ngandong digolongkan sebagai Homo erectus paling maju. Tengkorak Homo
erectus Ngandong berukuran besar dengan volume otak rata-rata 1.100 cc, lebih
besar dibandingkan dengan Homo erectus dari sangiran dan Trinil.
3.3.4
Patiayam
Situs
Patiayam merupakan daerah perbukitan di lereng Gunug Muria, sebelah utara jalan
raya antara Kota Kudus dan Pati. Penemuan fosil manusia di daerah ini terjadi
pada tahun 1978 ketika tim dari Pusat Arkeologi Nasional menemukan gigi dan
pecahan tengkorak Homo erectus. Dari penelitian selanjutnya diketahui bahwa
fosil Homo erectus ini berasal dari formasi Slumprit yang berumur awal
ploistosen tengah.
3.3.5
Wajak
Wajak merupakan sebuah
desa yang terletak di Tulungagung, Jawa Timur. Nama Wajak mulai terkenal pada
tahun 1889 saat B.D. Reitschoten menemukan sebuah fosil tengkorak. Fosil
tersebut kemudian diserahkan kepada C.P. Sluiter, kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging (Perkumpulan
Ahli Ilmu Alam) di Batavia pada saat itu. Sluiter kemudian menyerahkan fosil
tengkorak Wajak kepada Eugene Dubois.
Bagi Dubois, fosil
tersebut membuka harapan baru untuk menemukan missing link asal usul manusia. Ini sesuai teori ahli geologi
Verbeek yang sepakat bahwa pegunungan batu gamping tersier di Jawa sangat
menjanjikan bagi Dubois. Dubois akhirnya tinggal selama lima tahun di
Tulungagung yang saat itu masih merupakan kota kecil bagian dari Kediri. Dia
menyusur kembali tempat Rietschoten menemukan fosil tengkorak manusia, yakni di
cekungan bebatuan sekitar Wajak. Di sekitar tempat itu Dubois menemukan fosil
mamalia dan reptil, serta fosil tengkorak meskipun tidak seutuh temuan
Rietschoten. Fosil temuannya diberi nama Homo wajakensis.
3.3.6
Flores
Penelitian kehidupan
purba di Flores dimulai pada tahun 2003. Penelitian tersebut dilakukan oleh
beberapa ilmuwan dari Indonesia dan Australia. Tim Indonesia dipimpin oleh Raden
Pandji Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan tim Australia
dipimpin oleh Mike Morwood dari Universitas New England. Pada penggalian di gua
Liang Bua, Flores, para ilmuwan tersebut menemukan fosil manusia kerdil atau
hobbit yang diberi nama Homo floresiensis.
BAB
III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Indonesia
merupakan tempat yang cocok untuk kehidupan manusia purba sehingga banyak
ditemukan fosil-fosil manusia purba di Indonesia utamanya di Pulau Jawa.
Jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia antara lain Meganthropus paleojavanicus, Pithecanthropus
mojokertensis, Pithecanthropus erectus, Pithecanthropus soloensis, Homo soloensies, Homo wajakensis, dan Homo florensiensis. Lokasi
penemuan fosil manusia tersebut antara lain di Sangiran, Trinil, Ngandong,
Patiayam, Wajak, dan Flores.
1.2 Saran
Mengingat
di Indonesia banyak ditemukan fosil-fosil manusia purba, maka dapat dilakukan
penelitian lanjutan untuk memperjelas proses evolusi manusia dan untuk
memperbaiki teori-teori lama yang kurang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Djaja, Wahjudi, dkk. 2014. Sejarah Indonesia. Klaten: Intan Pariwara.
Gunawan, Restu, dkk. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Penemuan Manusia Purba di
Indonesia. (online). (http://www.eyuana.com/2014/10/
penemuan-manusia-purba-di-indonesia_4.html, diakses tanggal
11 September 2015).
LAMPIRAN
Ilustrasi
Kehidupan Manusia Purba
1 comment:
Terima kasih sangat membantu.
Post a Comment