Memahami
Fotografi Jurnalistik
Assalamualaikum.
Berikut ini adalah artikel yang berisi fotografi dalam dunia jurnalis.Terkait dalam materi ini berdasarkan materi diklat yang diadakan di Kota Malang Seprov tingkat smp Tahun 2014 lalu. Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda silahkan mempelajari artikel ini...
Fotografi Jurnalistik adalah foto yang
memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri, melengkapi suatu berita
dan dimuat dalam suatu media. Foto jurnalistik harus didukung oleh caption yang
berisi penjelasan dari foto. Beberapa makna fotografi jusnalistik dari berbagai
sumber:
1.
|
Menurut Wilson Hick redaktur senior majalah ’Life’
(1937-1950) dalam buku World and Pictures, foto jurnalistik adalah media
komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan.
|
2.
|
Menurut Henri
Cartier-Bresson,
pendiri agen foto terkemuka di dunia dengan teorinya Decisive Moment, foto
jurnalistik adalah berkisah dengan sebuah gambar, melaporkannya dengan sebuah
kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung seketika saat
suatu citra tersebut mengungkap sebuah cerita.
|
3.
|
Menurut Oscar Motulohm, fotografer professional, foto
jurnalistik adalah suatu medium sajian informasi untuk menyampaikan beragam
bukti visual atas berbagai peristiwa kepada masyarakat seluas-luasnnya secara
cepat.
|
4.
|
Menurut Zainuddin
Nasution,
tokoh foto jurnalistik asal Surabaya, foto jurnalistik adalah jenis foto yang
digolongkan foto yang tujuan pemotretan karena keinginan bercerita kepada
orang lain. Jadi foto-foto jenis ini berkepentingan dalam menyampaikan pesan
kepada orang lain dengan maksud agar orang lain melakukan sesuatu tindakan
psikologis.
|
5.
|
Dalam buku serial
Photojournalistic yang
diterbitkan oleh Time Life diungkapkan bahwa, foto-foto yang dihasilkan
oleh para wartawan foto seperti yang ada di media massa adalah pers foto foto
berita yang penekanannya pada perekaman fakta otentik. Misalnya foto yang
menggambarkan kebakaran, kecelakaan, pengusuran dll. Foto-foto itu, ingin
menceritakan sesuatu yang akan membuat orang memberikan feed back dan
bertindak.
|
Foto jurnalistik memiliki
pesan yang jelas dari sebuah peristiwa, tetapi dibuat dengan kemampuan
teknologi secara otentik.
Foto, apa menariknya dibandingkan
tulisan?
Foto, apa keunggulannya?
Orang yang buta huruf, pastilah tidak bisa membaca
tulisan. Sedangkan orang yang buta huruf, tentu masih bisa menikmati keindahan
sebuah foto. Artinya jangkauan karya foto lebih universal ketimbang karya
tulis. Ia tidak perlu diterjemahkan dalam bentuk kata-kata atau bahasa. Cukup
dengan foto, semua orang sudah bisa menangkap makna sejati di balik foto
tersebut. Nah, jadi kekuatan foto itu terletak pada gambarnya
itu sendiri.
Mari kita bahas tentang dunia fotografi dalam waktu
yang sekejab ini. Berita foto adalah karya jurnalistik yang mengandalkan pada
foto-foto yang diambil oleh para fotografer. Pada zaman modern ini, di mana
sekarang handphone saja bisa digunakan untuk memotret,
kemudian harga kamera digital semakin murah bahkan hanya mencapai Rp 500 ribu,
semakin memudahkan bagi siapapapun juga menjadi fotografer.
Fotografer adalah orang-orang yang menghasilkan
karya foto dengan bantuan alat pengambil gambar seperti kamera, handphone,
laptop dan alat pengambil dan penyimpan foto lainnya. Para
jurnalis online juga berhak menampilkan karya foto mereka
untuk dipublikasikan di berbagai media massa cetak dan elektronik.
Di dunia penerbitan, dikenal beberapa jenis foto
berdasarkan fungsinya dalam pemberitaan. Yakni foto dokumentasi dan foto
jurnalistik (foto berita). Sebagai pelengkap artikel atau berita, foto yang
ditampilkan bersifat melengkapi atau dikenal juga sebagai ilustrasi. Ada foto
ilustrasi pasif dan ilustrasi progresif. Sebagai contoh artikel mengenai
keindahan Indonesia dapat menampilkan foto pemandangan sawah yang menghijau
atau bisa juga dengan menampilkan Gunung Merapi. Ilustrasi foto ini masuk dalam
kategori ilustrasi pasif. Bila artikel/berita menyinggung masalah transportasi
di Jakarta, lantas ditampilkan foto kemacetan lalu lintas di Jalan Malioboro
Yogyakarta, inilah foto ilustrasi progresif.
Foto berita adalah sebuah foto yang dapat berdiri
sendiri hanya dengan sebuahcaption ringkas, namun sangat
deskriptif. Sehingga mampu menginformasikan banyak perihal pesan yang disampaikan
melalui pemotretan objek dalam foto berita tersebut. Foto macam ini disebut
sebagai foto yang bernilai jurnalistik. Contoh, foto seorang mahasiswa yang
mengekspresikan wajah histeris di tengah kerumunan demonstran dengan latar
belakang aparat keamanan yang dengan sangkur terhunus mengusir demonstran.
Biasanya foto jurnalistik akan menempati halaman terdepan pada sebuah surat
kabar, yang luasnya bisa 4-5 kolom. Bagi para jurnalis, foto jurnalistik model
di atas pasti menjadi berita foto headline. Cukup spektakuler untuk
dapat menjadi fokus berita edisi hari tersebut.
Agar menghasilkan foto berita yang bermutu baik,
diperlukan dukungan kemampuan memotret melalui penguasaan teknik pemotretan. Di
samping itu pengalaman menguasai medan sesuai situasi di lapangan juga sangat
penting. Dalam menghadapi kondisi chaos, seorang fotografer harus
mampu menggunakan keterampilan memotretnya untuk menguasai keadaan, sehingga
dengan situasi macam apapun tetap dapat menghasilkan gambar yang memenuhi
kriteria jurnalistik.
Beberapa hal perlu dikuasai secara khusus, di
samping kemampuan teknik standar seperti pemilihan bukaan rana, menentukan
kecepatan yang sesuai serta pengambilan jarak terhadap objek. Hal-hal khusus
ini meliputi pemanfaatan momentum yang datangnya kadang-kadang mendadak,
spontan dan sangat singkat. Seperti dalam olahraga misalnya, peristiwa bobolnya
gawang kesebelasan yang sedang bertanding merupakan momentum yang selalu
dinantikan para fotografer atau wartawan olaahraga. Tetapi mereka juga tidak
tahu kapan momentum tersebut akan terjadi.
Kondisi khusus lain menyangkut teknik penentuan
sudut pemotretan (angle). Pengambilan gambar yang frontal kurang memberi
efek dramatis dan tidak menampilkan dimensi yang membuat foto tersebut
“bernyawa”. Menyangkut penguasaan teknik pencahayaan, gradasi cahaya yang dapat
diprediksi pemunculannya dalam gambar, juga akan memberi nuansa dramatis yang
ikut menentukan kadar mutu sebuah foto bernilai berita atau tidak.
Untuk menjadi seorang wartawan foto profesional
memang tidaklah mudah. Di samping membutuhkan talenta yang kuat, juga harus
dibarengi dengan motivasi dan penguasaan keterampilan untuk menunjang
pengembangan kariernya. Jam terbang yang cukup lama dalam menggeluti sebuah
profesi merupakan bukti ketekunan dan keuletan dari seseorang dalam mengabdi
kepada tugasnya sebagai seorang fotografer profesional.
Dengan demikian, dapat disimpulkan sejumlah tips
membuat berita foto yang bermutu baik bagi para calon fotografer adalah:
o Memahami alat kerja kamera dan alat pengambil
gambar lainnya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan bagi setiap pewarta warga
dalam mengoperasikan kamera yang dimiliki. Bagi para calon jurnalis tidak usah
muluk-muluk memiliki kamera sebagaimana model kamera besar yang dimiliki para
fotografer olahraga. Cukuplah bermodalkan kamera digital yang super murah,
sudah bisa diandalkan dalam menghasilkan berita foto yang menarik.
o Memahami teknik, komposisi dan sudut pandang
pengambilan gambar, sehingga mampu menghasilkan karya foto yang mempunyai nilai
berita. Kalau kamera yang dimiliki para calon jurnalis hanya kamera digital
yang kemampuan bidikannya terbatas, maksudnya hanya bisa mengambil gambar
dengan jarak maksimal tidak lebih dari 8 meter, maka mereka harus pandai-pandai
dalam mengambil momentum dan kefokusan. Dengan cara demikian, mereka harus
“berperang” dengan jarak pendek, karena kemampuan kamera yang terbatas
tersebut. Maksudnya jarak antara objek/subjek yang dibidik dengan posisi
pembidik (fotografer) harus relevan dengan jarak toleransi di atas.
o Selalu berlatih melakukan pengambilan foto
tanpa pernah mengenal bosan. Dan harus muai dari sekarang mempublikasikan
setiap hasil karya fotonya ke berbagai media massa.
Itulah tiga tips yang bisa dipraktikkan para
jurnalis dengan menghasilkan foto-foto yang memiliki nilai berita. Selamat
berlatih menjadi seorang fotografer andal…(*)
- Fotografer
harus benar-benar akrab dengan peralatan mereka. Anda tidak perlu berpikir
tentang hal sisi teknis. Mengambil banyak foto dan pemikiran Anda akan
segera dikhususkan untuk gambar.
- Pelajari
subjek Anda dengan rasa ingin tahu dan jangan lupa latar belakang atau
background.
- Gunakan
cahaya yang ada secara alami dan merekam adegan yang Anda lihat.
- Cobalah untuk
tidak mempengaruhi subjek Anda. Biarkan mereka bersikap seolah-olah Anda
tidak ada. Foto itu akan lebih ril.
- Kamera adalah
alat sederhana: jangan terbawa dengan gadget.
- Kemajuan
teknologi kamera berarti bahwa kesalahan yang jarang terjadi tetapi jika
Anda membuat satu kesalahan, belajarlah dari itu.
- Penggunaan perangkat
lunak komputer untuk meningkatkan gambar dan tidak berlebihan.
- Keterangan
perlu meningkatkan dan menjelaskan gambar Anda dan harus 100 persen
akurat. Selalu periksa ejaan nama.
- Berbicara
dengan orang: mereka penuh dengan informasi yang berguna.
- Menang
penghargaan foto Anda tidak ada gunanya jika mereka tidak terlihat di meja
gambar sebelum batas waktu. Memahami bagaimana untuk mengirimkan gambar
Anda dalam segala situasi.
- Selalu kamera
berada dengan Anda,
Simpan kamera pada
mode Program dengan kartu memori dan baterai penuh, dalam hal terjadi sesuatu
dengan cepat dan tak terduga (kadang-kadang bahkan ketika Anda tidak bekerja
atau di jalan untuk cerita lain) sehingga Anda membidik langsung. Meskipun saya
menembak menggunakan mode Manual, kamera saya diatur pada Program ketika di tas
saya, jadi saya bisa bereaksi cepat jika diperlukan dan selalu mendapatkan
bidikan
- Compose
hati-hati
Kebanyakan orang
hanya melihat gambar (apakah itu dalam surat kabar atau majalah dll) hanya 3
detik. Jadi, jangan berpikir apa yang dapat dimasukkan ke dalam gambar tetapi
berpikir jika apa yang ada di gambar ini benar-benar diperlukan untuk
bercerita. Meninggalkan yang tidak perlu, gangguan atau benda yang mengganggu,
yang bukan bagian dari cerita Anda mencoba untuk memberitahu. Selalu
berkonsentrasi pada latar belakang Anda - gunakan aperture Anda untuk membuang
benda-benda mengganggu keluar dari fokus.
- Bidik dengan
hati Anda
Seorang wartawan
foto yang baik memiliki banyak empati dan dapat menempatkan dirinya / dirinya
di sepatu subjek. Jika Anda tidak merasa Anda tidak akan dapat membangkitkan
emosi dari penampil Anda. Ini mengatakan, Anda masih harus cukup kuat untuk
mendapatkan bidikan, bahkan jika itu sulit - ingat bahwa gambar Anda mungkin
mengubah hidup seseorang.
- Tetap netral
Selalu mencoba dan
menceritakan kisah yang benar untuk hidup dan sejujur mungkin. Ini penting
untuk tetap netral, tidak terlibat secara pribadi jika memungkinkan. Dapatkan
bidikan, tapi sebelum Anda mengirimkannya ke meja berita atau memberikannya
untuk publikasi, pertimbangkan jika yang diterbitkan akan lebih berbahaya atau baik.
Ya, Anda masih ingin pekerjaan Anda, tetapi akhirnya Anda akan berada di bawah
gambar itu dan akhirnya tanggung jawab terletak pada fotografer - banyak surat
kabar dan publikasi lainnya hanya setelah sensasi. Ingat ada perbedaan besar
antara wartawan dan paparazzi.
- Bersiaplah
Setiap wartawan
harus tahu bahwa mereka mungkin akan melihat banyak adegan meresahkan dan sakit
hati, sayangnya itu hanya bagian dari kehidupan. Untungnya menjadi seorang
fotojurnalis berarti Anda juga akan menangkap hal-hal indah dalam hidup, tetapi
hanya bersiaplah untuk melihat kesedihan juga - dan tahu bahwa dengan melihat
orang lain sakit hati Anda akan tersentuh juga.
Selalu mendapatkan tembakan tetapi selalu menjadi orang baik dan sopan dan tidak pernah mendapatkan di jalan polisi, darurat servies dll, mencoba untuk melakukan pekerjaan mereka. Jika Anda mendapatkan sebuah adegan kecelakaan atau situasi yang ekstrim dan Anda pertama atau diminta untuk membantu, itu tugas Anda untuk membantu terlebih dahulu dan kemudian mendapatkan tembakan Anda. Tidak ada kehidupan, termasuk Anda, adalah layak dicoba. Ingat Anda adalah manusia pertama, kedua jurnalis foto.
Selalu mendapatkan tembakan tetapi selalu menjadi orang baik dan sopan dan tidak pernah mendapatkan di jalan polisi, darurat servies dll, mencoba untuk melakukan pekerjaan mereka. Jika Anda mendapatkan sebuah adegan kecelakaan atau situasi yang ekstrim dan Anda pertama atau diminta untuk membantu, itu tugas Anda untuk membantu terlebih dahulu dan kemudian mendapatkan tembakan Anda. Tidak ada kehidupan, termasuk Anda, adalah layak dicoba. Ingat Anda adalah manusia pertama, kedua jurnalis foto.
- Sensitivitas
jumlah
Ketika Anda harus
menutupi hal-hal yang menyedihkan dan mengganggu dalam kehidupan peka terhadap
orang yang Anda memotret dan keluarga mereka, terutama jika ada korban jiwa.
Jadilah sensitif dalam cara Anda bercerita. Ada banyak cara untuk menggambarkan
kebrutalan, kekerasan, kesedihan dan kematian sementara masih sensitif. Di sini
sekali lagi Anda dapat menggunakan teknik Anda masih menceritakan kisah Anda
tanpa menunjukkan rincian lebih berdarah dari yang diperlukan. Anda harus
menceritakan kisah penuh, jadi mempercayai penilaian Anda - dalam situasi
tertentu tidak ada aturan atau arah, tetapi Anda akan tahu apa yang benar.
- Tahu hak Anda
dan aturan
Anda perlu untuk
mendapatkan petunjuk-petunjuk di atas hak-hak Anda sebagai wartawan (kapan dan
di mana Anda diperbolehkan untuk menembak, hak cipta dll) Kadang-kadang orang
dengan otoritas akan mencoba dan mencegah Anda dari mendapatkan bidikan, bahkan
jika Anda benar-benar dalam hak Anda untuk melakukan sehingga - dalam
kebanyakan kasus seperti itu mereka memiliki sesuatu yang disembunyikan. Media
adalah pengawas dari masyarakat, sehingga kadang-kadang perlu untuk berdiri di
tanah dan mendapatkan cerita.
- Mulai dengan
lebar, kemudian mendekat
Apakah Anda
meliputi cerita memukul keras berita atau film dokumenter di sebuah LSM, selalu
memulai lebar dan kemudian pergi 'lebih dekat'. Hirarki dimulai dengan
informasi dan konteks adalah salah satu elemen yang paling penting tembakan
berita harus memiliki. Kemudian Anda berkonsentrasi pada pencahayaan dan sudut
dan komposisi, dan kemudian emosi. Tentu saja, setiap wartawan yang baik
berusaha untuk mendapatkan gambar yang menceritakan cerita, ketika sedang
sempurna terdiri dengan pencahayaan yang menakjubkan, kecemerlangan teknis dan
membangkitkan emosi dari penampil yang fotografer merasa ketika mereka menekan
tombol rana.
- Jaga konteks
Jangan pernah
memanipulasi gambar Anda dengan cara apapun yang mengubah konteks mereka.
Wartawan harus mencoba dan membidik sedemikian rupa sehingga tidak ada editing
setelahnya diperlukan, tapi itu sesuatu yang berusaha untuk mencapai. Anda
tidak harus mengambil gambar apa pun Anda, yang mengapa begitu penting untuk
melihat latar belakang Anda saat memotret.
- Tetap
up-to-date
Baca berita dan
membuatnya menjadi prioritas untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di dunia.
Itu akan membantu Anda menemukan cerita menarik dan berita-terkait atau
dokumenter.
- Tahu subyek
Anda
Jika memungkinkan,
menghabiskan waktu bersama orang yang Anda mendokumentasikan sebelum Anda
mengambil kamera Anda. Kadang-kadang lebih baik untuk mengenal orang-orang
sedikit dan mendapatkan kepercayaan mereka, sebelum Anda mulai mengambil gambar
...
- Backup segera
Download dan
cadangan sesegera mungkin, terutama setelah berita. Serta memastikan gambar
Anda aman, Anda tidak pernah tahu kapan Anda mungkin akan dipanggil lagi dan
apa waktu Anda akan kembali. Hal terakhir yang Anda inginkan adalah mendapatkan
panggilan dari meja berita saat Anda berada di sebuah cerita yang menarik dan
harus kembali hanya untuk men-download.
- Pelajari cara
membidik tanpa tripod
Seringkali tripod
tidak praktis untuk foto jurnalistik, sehingga Anda perlu belajar untuk
pegangan dengan benar. Hembuskan napas sebelum Anda menekan tombol rana dan
mencoba dan mendukung kamera Anda masih ekstra dengan memegang tangan Anda
dekat dengan tubuh Anda atau beristirahat terhadap sesuatu yang kokoh.
- Gunakan
cahaya yang tersedia
Bila memungkinkan,
gunakan cahaya yang tersedia, karena ini akan membantu Anda untuk kadang-kadang
mendapatkan gambar tanpa diketahui. Jadilah seperti yang mungkin mengganggu,
menangkap momen nyata dan jujur. Jika Anda harus menggunakan flash, selalu
mencoba untuk bangkit itu, untuk menghindari bayangan di bawah mata dan
dagu.
FOTOGRAFI
JURNALISTIK
- Pengertian Foto Jurnalistik
Terdapat beberapa pengertian mengenai fotografi jurnalistik yang
dikemukakan oleh para ahli fotografi. Menurut Hanapi yang dimaksud dengan
fotografi jurnalistik yaitu kegiatan fotografi yang bertujuan merekam jurnal
peristiwa-peristiwa yang menyangkut manusia. Wilson Hick dalam bukunya Word and
Picture memberi
batasan fotografi jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual
yang hadir bersamaan. Sedangkan Soelarko mendefinisikan foto jurnalistik
sebagai foto berita atau bisa juga disebut sebagai sebuah berita yang disajikan
dalam bentuk foto. Sementara itu Oscar Motuloh, fotografer senior Biro Foto LKBN Antara Jakarta menyebut foto
jurnalistik adalah medium sajian untuk menyampaikan baragam bukti visual
atas suatu peristiwa pada suatu masyarakt seluas-luasnya, bahkan hingga kerak
dibalik peristiwa tersebut, tentu dalam waktu yang sesungkat-singkatnya.
Dilihat dari beberapa pengertian yang ada maka foto jurnalistik
dapat disebut sebagai suatu sajian dalam bentuk foto akan sebuah peristiwa yang
terjadi, di mana peristiea tersebut berkaitan dendan apek kehidupan manusia dan
disampaikan guna kepentingan manusia itu sendiri. Kepentingan manusia dalam hal
ini berupa kebutuhan akan informasi atau juga beita yang terjadi di seluruh
belahan bumi ini.
Syarat umum untuk membuat foto berita dengan baik adalah:
- § Memiliki pengetahuan
konspesional;mempersoalkan isi (picture content, news content)
- § Memiliki keterampilan teknis:
mempersoalkan penyajian teknis yang matang secara fotografi.
Foto-foto yang dimuat dalam surat kabar memang tidak selalu
menggambarkan suatu peristiwa atau berita (newsphoto),
melainkan bisa juga bersifat ilustratif, yaitu bisa berdiri sendiri atau
menyertai suatu artikel, termasuk di dalamnya adalah foto-foto yang bersifat ‘human interest’ (menarik perhatian dan membangkitkan
kesan). Foto-foto yang dimuat dalam surat kabar itu secara ‘salah kaprah’ biasa
disebut sebagai foto jurnalistik, artinya foto yang dihasilkan oleh kerja
jurnalis (wartawan) di lapangan.
Suatu foto memang tidak bisa melukiskan keterangan-keterangan
verbal yang diperoleh wartawan di lapangan, tapi dengan kemampuan visualisasi
yang disuguhkan, sebuah foto bisa mengungkapkan pandangan mata yang sulit untuk
dilukiskan dengan kata-kata. Berbeda dengan berita tulis di mana wartawan bisa
secara tidak sengaja memasukkan subjektivitas yang bisa memengaruhi opini.
Dengan foto akan memperkecil subjektivitas tersebut.Kepada pembaca disuguhkan
secara visual apa adanya. Pembaca akan memberi penafsiran terhadap foto
tersebut; yang tentu saja satu dengan lainnya bisa berbeda. Maka tidaklah salah
ungkapan “one picture is worth one thousand
words”
- Sekilas sejarah Foto Jurnalistik
Sudah sejak lama, setelah media massa cetak yang berbentuk
suratkabar muncul, orang memimpikan bagaimana bisa melihat peristiwa/kejadian
secara visual lewat lembaran kertas itu. Harapan itu menggebu teruatama
setelah fotografi ditemukan tahun 1839 yaitu ketika Akademi Ilmu
Pengetahuan Perancis pada
19 Agustus mengumumkan penemuan alat gambar sinar oleh seniman Louis
Jacques Daguerre. Alat temuan Daguerre itu masih sederhana berupa
sebuah kotak diberi lensa dan dibelakang diberi plat logam yang sudah dilabur
dengan bahan kimia tertentu. Alat itu disebut ‘camera obscura’ atau kamar gelap, yang kemudian secara
umum disebut kamera.
Orang pun masih kesulitan memerolah jalan atau cara bagaimana
memindahkan gambar yang dibuat oleh kamera Daguerrotype itu ke dalam surat
kabar.
Setelah direkayasa maka muncullah jurnalistik foto pertama kali
yaitu ketika “The Illustrated London News” untuk pertama kalinya 30 Mei 1842
memuat spotnews atau gambar lukisan (hasil cukilan
kayu) yang merupakan reproduksi sebuah foto yang dihasilkan oleh kamera daguerrotype.
Gambar tersebut merupakan spotnews atau peristiwa langsung yang
menggambarkan saat terjadi pembunuhan (penembakan) dengan pistol atas diri Ratu
Victoria di dalam keretanya.
Dalam sejarah tercatat dua wartawan foto perintis yang sangat
terkenal, yaitu Roger Fenton (Inggris) yang meliput Perang Krim
(1853-1856) dan Mattew Brady (AS) yang meliput American
Civil War (perang
Abolisi) tahun 1861-1865. Brady membawa peralatan lengkap ke garis depan.
Perlenggkapan itu dimuat dalam satu wagon (kereta kuda) sendiri, di mana
di dalamnya terdapat laboratorium dan kamar gelapnya.
Karena belum ditemukannya cara membuat nada warna abu-abu atau ’halftones’ dalam surat kabar,
maka sampai tahun 1897 gambar yang dimuat masih saja dibuat dari cukilan kayu.
Baru 21 januari 1897 koran ”Tribune” New York benar-benar memuat foto di
dalamnya. Ini dimungkinkan berkat ditemukan sistem penggunaan titik-titik
(dots) yang kita kenal sekarang dengan sebutan ’raster’ untuk membuat nada-nada warna ’halftones’tadi.
- Foto Jurnalistik Yang Menarik
Sejak itulah pemuatan gambar di surat kabar menjadi semakin tambah
banyak dan mulailah redaksi mempertimbangkan perlunya mangadakan tugas khusus
bagi wartawannya hanya untuk pekerjaan memotret saja, artinya hanya mencari
gambar melulu. Spesialisasi mulai diberlakukan di dunia persuratkabaran maju.
Sesudah ada spesialisasi itu , maka para pakar atau jurnalis mulai memerhatikan
apa sebenarnya yang sangat menarik dari sebuah foto yang patut untuk dimuat di
surat kabar.
Dari hasil pengamatan mereka, disimpulkan bahwa gambar/foto
jurnalistik yang menarik itu harus mempunyai tiga aspek utama : daya tarik
visual (eye catching), isi
atau arti (meaning) dan daya
tarik emosional (impact).
Namanya saja foto berita maka norma-norma atau nilai-nilai yang
disandang suatu berita (tulis) yang menarikpun juga dituntut bagi sebuah newsphoto;
seperti faktor-faktor yang menambah nilai/bobot foto tersebut, antara lain :
sifatnya menarik (interesting), lain
dari biasanya (different),
satu-satunya (exlusive),
peristiwanya dekat dengan pembaca (close to the
readers), akibatnya luas, mengandung ketegangan (suspense) dan menyangkut masalah
sex, humor, konflik dll.
Dari batasan-batasan foto jurnalistik itulah maka kemudian para
jurnalis foto memfokuskan perhatinnya pada hal-hal yang tersirat di dalam
kriteria itu. Untuk menjadikan diri sebagai jurnalis foto profesional
maka seorang wartawan perlu memerhatikan hal-hal tersebut, disamping mesti
memperdalam pengetahuan dan memperbanyak pengalaman. Seorang wartawan
foto dituntut tahu benar tentang kamera dan proses fotografi, tahu pula
memanfaatkan kesempatan yang baik untuk kameranya serta harus cekatan agar
tidak tertinggal oleh peristiwa. Wartawan foto mesti mampu mengkombinasikan
kerja mata, otak dan hati dalam tugasnya. Sebagaimana tujuan surat kabar yaitu
memberikan kepada pembacanya informasi, edukasi, entertaintment dan (bisa) persuasi, maka bidang
cakupan wartawan foto sangatlah tidak terbatas. Apa saja yang bisa memenuhi
salah satu saja dari keempat kriteria tersebut dapat disajikan. Jadi
dalam hal ini si wartawan-lah yang memegang peranan penting. Ada ungkapan ’the singer
is not the song’ atau ’the man
behind the gun’. Bukan objek fotonya yang menarik tapi bagaimana
kemampuan si wartawan mengungkapkan dalam foto. Bukan kameranya yang hebat,
tapi bagaimana kepiawaian sang wartawan foto menghasilkan gambar yang memenuhi
banyak kriteria tersebut di atas.
- Kategori dan Bidang-bidang Foto
Jurnalistik
Kategori Foto jurnalistik meliputi :Spot News, Feature, General
News, Tokoh, Keseharian, Seni budaya dan Fashion, Alam dan Lingkungan, IPTEK,
dan Olahraga.Sedangkan bidang-bidang yan ada dlam foto jurnalistik di antaranya
adalah : War Correspondent ( Wartawan Perang ), Wartawan Foto Olah raga,
Glamour dan Pin –Up Fotografi, Fashion Fotografer, wartawan Foto Majalah,
General Interest.
- Makna dan Peranan Foto Jurnalistik
Ruang lingkup foto jurnalistik adalah manusia, dan karena itu
kehadiran foto jurnalistik memiliki beberapa makna yang berperan dalam
kehidupan manusia, diantaranya yaitu : foto jurnalistik sebagai saksi mata,
fotografi jurnalistik sebagai lambang, foto jurnalistik sebagai himbauan dan
foto jurnalistik sebagai komentar sosial.
- Tokoh –Tokoh Foto Jurnalistik
Tokoh-tokoh dunia di bidang foto jurnalistik antara lain : Edward
Steichen, Alfred Stieglitz, Alfred Eisenstaedt, Henry Cartier Bresson, Eugene
Smith, Andre Friedman, Carl Mydans, Eliot Elisofon, John Dominis, Ernst Haas,
Co Rentmeester, Mike Wells, dan David Burnet.
- Perbedaan Foto Jurnalistik dengan Foto
Dokumentasi
Kehadiran foto jurnalistik tak lain merupakan wujud dan
perkembangan foto dokumentasi, oleh karena itu foto dokumentasi merupakan dasar
dari foto jurnalistik yang ada pada saat ini. Foto dokumentasi adalah sebutan
untuk foto berita dan foto sejarah, karena tujuannya merekam suatu peristiwa
untuk disimpan bergantung pada urgensitas peristiwa dan subjek foto yang
diabadikan.
Antara foto jurnlistik dengan foto dokumentasi memiliki perbedaan
dan batasan yang sangat tipis. Nilai berita pada sebuah foto biasanya terletak
pada sejauh mana foto itu dapat menggugah perhatian dari khalayak umum, bukan
hanya orang atau kelompok masyarakat yang bersangkutan. Nilai tersebut bisa
disebut sebagai publik interest, maka semakin tinggi nilai beritanya.
Foto jurnalistik memiliki nilai berita yang sangat tinggi karena dapat menimbulkan
perhatian perasaan bahkan reaksi tertentu pada semua khalyak umum secara
luas.
Berbeda pada foto dokumentasi, arti kata dokumentasi mengandung
konotasi yang lunak dalam hal nilai beritanya. Selain perbedaan, di antaranya
foto jurnalistik dan foto dokumentasi memiliki persamaan yaitu dari segi tujuan
foto terserbut. Tujuan kedua foto jurnalistik dan foto dokumentasi merekam
suatu peristiwa untuk disimpan sebagai arsip.
Menurut Hermanus Priatna ( Editor Foto di Biro Foto LKBN Antar 0
menyatakan bahwa foto jurnalistik dan foto dokumentasi memiliki perbedaan. Pada
foto jurnalistik, peristiwa diabadikan untuk secepat-cepatnya disampaikan
kepada khalayak melalui media massa, sedangkan foto dokumentasi mengabadikan
peristiwa untuk kepentingan pribadi, misalnya foto-foto untuk keperluan instansi
pemerintah atau individual.
- Petunjuk Praktis
Untuk wartawan foto atau calon, Kenneth Blume, seorang wartawan
foto dan penulis pada harian ‘Courier-Crecent’ (Ohio, AS) memberi penegasan, bahwa
gambar yang baik pada surat kabar adalah yang segera menarik perhatian pembacanya.
Berdasar pengalamannya dia memberikan petunjuk praktis bagaimana sebaiknya
membuat foto berita itu.
- § Usahakan tidak menampilkan lebih dari
lima orang dalam satu gambar.
- § Biarkan gambar kelihatan natural
(alami/apa adanya), jangan dibuat-buat atau direkayasa.
- § Lebih baik menghabiskan banyak frame
untuk memungkinkan banyak pilihan dari pada tidak mendapat gambar yang
baik.
- § Usahakan tidak memuat gambar ”police line up” (beberapa orang disejajarkan
menghadap lensa dengan latar belakang tembok kosong).
- § Gunakan background atau
latar keliling untuk menambah daya tarik dan memudahkan pembaca mengenal
lokasi atau posisi kejadian.
- § Untuk menamba variasi atau daya tarik
lain, bisa memotret dengan gaya ’frog eyes’ atau ’bird view’.
- § Gunakan penerangan alami atau bounced flashlight (sinar blitz yang dipantulkan ke
langit-langit). Kalau bisa hindari penggunaan lampu kilat langsung.
- § Usahakan untuk menunjukkan situasi
beritanya, kalau mungkin.
Namun sukses surat kabar dalam menyajikan gambar lebih banyak
bergantung kepada editor fotonya yang memberi perintah (assignment) kepada fotografer dan
memilih foto-foto yang masuk di mejanya, dan melakukan cropping kalau perlu.
Dalam membuat foto, seorang jurnalis harus memperhatikan beberapa
unsur seperti :
1. Jujur, tidak direkayasa
2. Sarat informasi, memberi pesan berharga
3. Memberi perhatian pada kehidupan
4. Memiliki kandungan berita terekam wajar dan layak dipublikasikan
2. Sarat informasi, memberi pesan berharga
3. Memberi perhatian pada kehidupan
4. Memiliki kandungan berita terekam wajar dan layak dipublikasikan
Karakteristik foto jurnalistik juga harus dipahami oleh Jurnalis,
yaitu :
1. Dasar foto
jurnalistik adalah gabungan antara gambar dan kata. Keseimbangan data tertulis
pada teks adalah mutlak. Caption sangat membantu suatu gambar bagi masyarakat.
2. Medium foto jurnalistik biasanya tercetak,
sebagaimana adanya, disajikan secara sejujur-jujurnya, komunikatif, jelas dan
mudah dipahami.
3. Lingkup fotojurnalistik adalah manusia
4. Bentuk liputan foto
jurnalistik adalah suatu upaya yang muncul dari bakat dan kemampuan seorang
fotojurnalis yang bertujuan melaporkan beberapa aspek dari berita itu sendiri
Kriteria fotojurnalistik menjadi kandidat mengisi halaman media
cetak harus dipertimbangkan oleh fotojurnalis yaitu :
1. Informatif
2. Aktual
3. Faktual
4. Relevan
5. Gema (Scope)
6. Misi
7. Otentik
8. Menarik
2. Aktual
3. Faktual
4. Relevan
5. Gema (Scope)
6. Misi
7. Otentik
8. Menarik
Sebuah karya foto dikatakan memiliki nilai jurnalistik
jika memenuhi syarat jurnalistik yaitu memenuhi kreteria 5 W dan I H (What,
Who, Why, When, Where dan How).
Foto Jurnalistik, Gabungan Gambar
dan Kata
BISAKAH Anda membayangkan
halaman koran yang tanpa foto satu pun ? Memang seakan sudah menjadi �tradisi�
bahwa foto harus ada di koran terutama di halaman pertamanya. Selain untuk
mempercantik perwajahan, foto adalah sebuah bentuk berita tersendiri.
Berita tulis dan
berita foto punya pijakan masing-masing dan bisa saling melengkapi. Berita
tulis memberikan deskripsi verbal sementara foto memberikan deskripsi visual.
Sebagai gambaran, untuk menceriterakan besarnya pengangguran dalam bentuk
angka-angka, jelas berita tulis lebih tepat untuk dipakai. Tetapi untuk
memberitakan seperti apa indahnya sebuah tempat atau secantik apa wajah seorang
bintang sinetron, jelas foto yang lebih bisa �berbicara�
daripada tulisan.
Walau begitu, foto
jurnalistik usianya jauh lebih muda daripada jurnalistik tulis. Huruf sudah
dikenal manusia ribuan tahun yang lalu sementara usia fotografi sendiri belum
sampai 200 tahun. Di awal abad belasan, di Inggris sudah dikenal surat kabar.
Tapi fotografi baru masuk surat kabar pada akhir abad 19.
Persoalan mengapa
foto jurnalistik tertinggal dari jurnalistik tulis semata karena masalah
teknologi. Setelah fotografi ditemukan pada pertengahan abad ke-19, teknologi
cetak belum bisa membawa foto ke Koran. Yang terjadi adalah, foto sebuah
kejadian dijadikan berita dengan cara digambar ulang ke sketsa. Sketsa inilah
yang lalu dibawa ke mesin cetak. Surat kabar pertama yang memuat gambar sebagai
berita adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar berita pertama itu
tentang sebuah peristiwa kebakaran.
Sejalan dengan
kemajuan teknologi cetak, akhirnya foto pun bias ditransfer ke media cetak
massal. Foto pertama di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak
Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat
tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton.
Demikianlah, foto
jurnalistik memang masih seumur jagung dalam dunia jurnalistik secara umum.
Namun perkembangannya sangatlah cepat bahkan kini kita sudah memasuki fotografi
digital. Dengan fotografi digital, teori-teori fotografi lama masih banyak yang
berlaku. Cara pemotretan dan teori pencahayaan tidaklah berubah. Yang berubah
hanyalah prosesnya.
Kalau dulu film perlu
dicuci terlebih dahulu, lalu diperlukan proses mencetak untuk mendapatkan
gambarnya, kini begitu tombol rana selesai dipijit selesailah fotonya. Kini
tidak diperlukan lagi jasa pos atau kurir untuk mengirimkan foto. Seorang
fotojurnalis bisa mengirim fotonya lewat telepon genggam yang dibawanya ke
medan perang.
Sebagai gambaran,
pada Piala Dunia Sepakbola 2002 lalu, begitu sebuah gol terlihat tercipta dari
siaran langsung televisi, lima menit kemudian foto gol itu dalam bentuk data
digital sudah sampai di meja redaktur foto Koran-koran di seluruh dunia.
Percepatan pemakaian
fotografi sebagai elemen berita dipacu besar-besaran oleh terbitnya Majalah LIFE
di Amerika Serikat sekitar tahun 1930-an. Dunia foto jurnalistik bisa dikatakan
berhutang besar kepada Wilson Hick yang menjadi redaktur foto pertama majalah
itu selama 20 tahun lamanya. Hick adalah orang yang dianggap sebagai perintis
kemajuan foto jurnalistik di dunia ini.
Wilson Hicks memang
tidak pernah memotret tapi lewat ketajaman intuisinya dan kepemimpinannya
lahirlah fotografer-fotografer kelas dunia seperti Elliot Ellisofon, Edward
Steichen, Robert Capa dan beberapa lagi. Dari Hicks pulalah lahir dasar-dasar
foto jurnalistik.
Apa itu foto
jurnalistik ? Wilson Hicks menjawab dengan teorinya yang terkenal: �Foto
jurnalistik adalah gambar dan kata.�..
�Kata�
dalam foto jurnalistik adalah teks yang menyertai sebuah foto. Kalau berita
tulis dituntut untuk memenuhi kaidah 5W + 1 H (What Where When Who Why dan
How), demikian pula foto jurnalistik. Karena tidak bisa keenam elemen itu ada
dalam gambar sekaligus, teks foto diperlukan untuk melengkapinya. Seringkali,
tanpa teks foto, sebuah foto jurnalistik menjadi tidak berguna sama sekali.
Sekali lagi,
penggabungan dua media komunikasi visual dan verbal inilah yang disebut sebagai
foto jurnalistik. Suatu ketika kita membaca sebuah surat kabar, yang pertama
kita lakukan adalah melihat foto yang menarik, membaca teksnya, kemudian
kembali melihat fotonya. Foto halaman pertama sebuah surat kabar adalah elemen
terpenting untuk �menjual� edisi surat kabar di
hari itu.
Kelebihan Foto
Seperti sudah
disinggung di atas, pada hakekatnya foto punya kelebihan dibandingkan media
oral. Selain mudah diingat, foto juga punya efek lain yang timbul jika kita
melihatnya. Foto bisa menimbulkan �efek bayangan�
yang lain tergantung dari siapa, pekerjaan, pengalaman, pendidikan, pengetahuan
dan pengalaman dari orang yang melihatnya.
Karena itulah sebuah
foto yang tidak menarik bagi seseorang pembaca, mungkin justru sangat menarik
bagi pembaca lain. Sebagai contoh, foto olahraga American Football yang sangat
bagus mungkin sangat menarik bagi pembaca di Amerika Serikat. Tapi bagi sebagian
besar orang Indonesia, foto ini dilirik pun mungkin tidak.
Selain itu, untuk
membuat foto yang menarik, kita harus membuat orang merasa mendapatkan sesuatu
yang baru dari foto yang dilihatnya. Foto pembukaan sebuah seminar umumnya
adalah foto orang memukul gong. Maka, di Indonesia, foto orang memukul gong
sama sekali sudah tidak menarik lagi sebesar apa pun seminar yang menyertainya.
Karena itu, ada
sebuah pedoman penting yang harus diingat saat membuat sebuah foto jurnalistik.
Pedoman itu tertuang dalam ucapan fotografer Majalah LIFE Co Rentmeester yang
berkunjung ke Indonesia pada tahun 1970-an. Pada suatu ceramahnya, Rentmeester
berkata,�
Buatlah foto yang lain daripada orang lain.�
Petunjuk Rentmeester
itu sangat tepat, apalagi untuk saat ini dimana foto jurnalis di Indonesia
sudah sangatlah banyak. Pemilik kamera juga sudah tidak terhitung banyaknya.
Kalau kita membuat foto yang sama dengan orang lain, sama sudut pengambilannya
dan sama pula jenis lensanya, maka foto kita bisa dikatakan �datar�
dan tidak menarik.
Perlu bagi seorang
foto jurnalis untuk banyak-banyak melihat karya orang lain sebagai perbandingan
dalam berkarya. Melihat karya orang lain, terutama melihat karya-karya yanag
menang dalam sebuah lomba foto, kadang-kadang disalahartikan sebagai cari bahan
untuk meniru. Padahal tidaklah demikian.
Melihat karya orang
lain membuat kita punya gambaran �kelas�
persaingan saat ini, juga punya gambaran umum akan baik buruk sebuah foto
secara utuh. Pada orang yang berpikir terbatas, melihat karya orang lain memang
membuatnya meniru angle dan gaya. Kreativitas sangat dituntut dalam kerja foto
jurnalistik.
Untuk memberikan
gambaran tentang kreativitas, mungkin kita masih ingat ceritera tentang
pengeliling dunia Columbus yang ditantang untuk mendirikan sebuah telur ayam di
atas meja. Saat Columbus memecahkan sedikit kulit telur untuk bisa membuatnya
berdiri, orang lalu berkata,� Ah, saya pun bisa.�
Padahal, sebelum
Columbus memecahkan telur itu, siapa pun mungkin tidak berpikir sampai ke situ.
Demikian pula dalam fotografi. Kalau kita melihat sebuah angle foto yang bagus,
kita mungkin berpikir,�Apa sulitnya membuat
yang begitu.�.
Padahal, kalau belum ada foto itu, belum tentu kita bisa membuat yang demikian.
Sementara itu, selain
definisi yang diberikan Hicks di atas, dalam definisi yang lebih �membumi�,
foto jurnalistik adalah foto apa pun yang pembuatan dan pemakaiannya melewati
proses jurnalistik.
Peran Fotografi dalam
Surat Kabar
Seorang pembaca
bertanya, kalau pepatah yang mengatakan “Sebuah foto bernilai seperti seribu
kata” itu benar, mengapa berita-berita di koran tidak diganti foto saja agar
ringkas? Sebaliknya, ada pembaca lain yang bertanya, bolehkah sebuah surat
kabar terbit tanpa sebuah foto pun?
Pertanyaan pembaca di
atas amat menarik sebab selama ini telah terjadi banyak salah paham terhadap
fungsi dan peran sebuah foto. Kalimat yang mengatakan bahwa sebuah foto senilai
seribu kata itu sebenarnya cuma kiasan, namun sering disalahartikan orang
karena dianggap sebagai “peribahasa” panutan. Dalam anggapan yang salah itu,
sebuah foto dianggap selalu bisa menggantikan seribu kata-kata. Padahal tidak
sama sekali.
Kenyataannya, foto
memang mempunyai kelebihan dan keterbatasan tersendiri. Kalau berita secara
umum harus mengandung 5W dan 1 H (what, who, when, where, why dan how, atau
apa, siapa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana), sebuah foto sulit
mengandung keenam hal itu sekaligus.
Sebuah berita bisa
mengandung 5W dan 1H karena ia terdiri dari banyak kalimat. Sedangkan sebuah
foto sulit mencakup keenam hal itu dalam sebuah media dua dimensi yang
dimilikinya. Seorang fotografer pemula, dengan dibuai “peribahasa” di atas
sering memaksakan agar foto karyanya mengandung keenam hal sekaligus, sehingga
justru menghasilkan karya yang “kusut”.
Sebuah foto tidak
selalu bisa menerangkan di mana kejadian itu terjadi, siapa yang ada di dalam
foto, mengapa adegan dalam foto terjadi, bagaimana adegan dalam foto terjadi
atau kapan kejadian itu terjadi, kalau tidak dilengkapi teks foto. Ini
kelemahan sebuah foto.
Sebaliknya, foto
mempunyai suatu dimensi yang tidak bisa dimiliki kata-kata, yaitu dimensi
visual. Untuk menceriterakan wajah seorang wanita yang cantik, walau berjuta
kata telah Anda gunakan, belum tentu orang lain bisa segera membayangkan
seperti apa wajah wanita yang Anda ceriterakan itu. Namun dengan selembar foto,
selesailah sudah penjelasan Anda. Untuk hal ini, betul bahwa sebuah foto
menggantikan seribu kata.
Jadi harus dibedakan
antara keunggulan sebuah foto dari sisi visual dan keterbatasan foto dari segi
kemampuan naratifnya. Dalam kaitannya dengan foto di surat kabar, foto sebagai
berita tidaklah bisa berdiri sendiri. Ia selalu membutuhkan keterangan, atau
minimal judul foto.
Dalam konteks foto
sebagai berita, yaitu di surat kabar, sebuah foto bisa menjadi elemen utama. Di
sini yang terjadi adalah tanpa sebuah foto, sebuah berita menjadi tidak
berarti. Contoh untuk hal ini adalah berita pencarian koruptor oleh polisi.
Kalau foto sang penjahat tidak ikut dimuat, berita itu relatif tidak ada gunanya
sebab kekurangan informasi visual tentang bagaimana wajah penjahat yang dicari
itu.
Sebuah foto dalam
media cetak juga bisa menguatkan isi sebuah berita. Misalnya berita yang dimuat
adalah berita tentang kebakaran pasar yang dahsyat. Dengan menambahkan sebuah
foto suasana reruntuhan pasar, pembaca bisa ikut membayangkan betapa dahsyatnya
api yang berkobar. Gambaran visual memberikan dimensi tertentu pada berita yang
dibuat untuk memancing emosi orang.
Sebuah foto, dengan
dilengkapi keterangan atau caption, juga bisa mandiri sebagai sebuah berita.
Contoh foto berita misalnya pemberitahuan bahwa sebuah foto memenangkan lomba
tertentu.
Namun sering juga
sebuah foto merupakan “sekadar” elemen pemanis dalam tata letak surat kabar.
Bisakah Anda membayangkan halaman pertama surat tanpa sebuah foto pun? Pasti
membosankan sekali menatap halaman yang melulu berisi huruf. Di sini foto
berfungsi sebagai elemen estetis yang kuran maupun formatnya direncanakan
dengan baik.
Sebuah surat kabar
boleh saja tidak memuat satu foto pun, namun pasti tidak ada penerbit yang mau
berbuat demikian karena koran itu pasti tidak akan dibeli orang. Terus terang,
foto sering kali merupakan elemen penarik minat orang pada halaman satu.
Seperti telah
disinggung, teks dalam sebuah foto jurnalistik adalah elemen yang membuat
sebuah foto lengkap. Maka, peran teks ini tidaklah main-main. Judul foto, yaitu
bagian pertama dari teks yang biasanya dicetak tebal, haruslah memberikan
gambaran akan isi foto. Judul hendaklah tidak mengulangi info yang telah
dilihat oleh mata.
Sebagai contoh,
misalnya ada foto orang sedang bersalaman. Janganlah judul foto itu �Bersalaman�.
Ini nyinyir kata orang. Judul yang lebih baik mungkin adalah �Pertemuan
dua tokoh�,
atau �Usai
peresmian pabrik�.
Pemikiran tentang
Fotografi Suratkabar
Dalam
persuratkabaran, fotografi bisa dibagi dalam dua pemikiran. Pemikiran pertama
adalah pemikiran yang berhubungan lay out, dan pemikiran kedua adalah pemikiran
yang berhubungan dengan kerja jurnalistik itu sendiri.
Pada perwajahan,
redaktur fotografi tidak bisa terlalu kaku untuk memaksakan pemuatan sebuah
foto. Harus ada tawar-menawar dengan redaktur artistik untuk mendapatkan
penampilan halaman terbaik, terutama untuk halaman pertama. Dengan tidak
mengubah isi dan makna sebuah foto, seorang redaktur foto sebaiknya punya
beberapa stok foto dan format untuk sebuah kejadian. Memang ada kalanya sang
redaktur foto hanya punya satu saja foto untuk sebuah kejadian. Maka untuk
keadaan seperti ini, redaktur artistik tidak bisa menawar lagi tapi harus
merancang layout dengan satu foto yang ada itu.
Sebagai contoh,
sebuah adegan sebaiknya memiliki format vertikal dan format horisontalnya. Stok
foto wajah orang sebaiknya punya tiga arah memandang: kiri, kanan dan lurus ke
depan (netral). Foto wajah yang diletakkan di kanan halaman sebaiknya
menghadapi ke kiri, demikian pula sebaliknya.
Redaktur fotografi
juga harus punya stok foto yang tidak basi oleh waktu. Sewaktu-waktu redaktur
artistik meminta foto, redaktur fotografi harus bisa menyediakannya. Sering
terjadi ada perubahan layout secara mendadak, dan sebuah foto dibutuhkan untuk
membuat penampilan sebuah halaman menjadi lebih baik. Sebuah stopper atau
pengisi halaman tidaklah harus berita. Bisa juga foto.
Foto sebagai Laporan
Sesuai dengan
namanya, foto jurnalistik adalah foto yang “melaporkan” sesuatu. Jurnal adalah
laporan, dan jusrnalistik adalah “sesuatu yang bersifat laporan”. Maka, foto
apa pun yang melaporkan sesuatu bisa disebut sebagai foto jurnalistik.
Sebuah foto piknik
buatan tahun 1970-an yang biasa-biasa saja, dibuat orang sangat biasa, mendadak
pada tahun 1999 menjadi foto jurnalistik yang sangat menggigit. Masalahnya,
dalam foto itu terlihat Gus Dur sedang memangku anak-anaknya.
Atau juga sebuah foto
orang menambang emas yang biasa-biasa saja, sempat menjadi foto mahal karena
penambangan emas itu di Busang, tempat yang sempat menghebohkan dunia
internasional itu.
Seorang rekan
fotografer juga mendadak dicari-cari orang karena dialah satu-satunya orang
yang punya foto Zarima saat masih menjadi fotomodel pemula.
Foto piknik di cerita
di atas baru menjadi foto jurnalistik setelah dimuat di sebuah media cetak.
Kalau dia tetap tersimpan di laci, ia tetaplah sebuah foto piknik biasa.
Kategori Foto
Jurnalistik
Dalam sebuah media
cetak, foto terbagi dalam beberapa kategori yang semuanya memang foto
jurnalistik.:
Pertama, foto hard
news. Foto jenis ini misalnya foto bentrokan mahasiswa dengan aparat di depan
DPR, atau foto Gunung Merapi meletus, atau foto pengungsi Sampi mendarat di
Surabaya. Foto jenis ini sebaiknya dimuat di media cetak sesegera mungkin.
Seperti juga berita, foto jenis ini punya masa pakai terbatas, bisa basi.
Biasanya, foto jenis inilah yang disebut Foto Jurnalistik pada lomba-lomba
foto.
Foto hard news ini
punya otoritas sendiri, punya kekuatan sama dengan tulisan hard news yang
menyertainya.
Kategori kedua adalah
foto headshot dan portrait, yaitu foto orang untuk menguatkan berita atau untuk
memberitahu pembaca wajah seseorang. Dengan tulisan, kita tidak mungkin menggambarkan
wajah orang walau dengan sejuta kata pun. Namun dengan sebuah foto, wajah orang
mudah diberitakan.
Kategori ketiga
adalah foto features. Jenis ini adalah foto yang tidak basi oleh waktu.
Pemuatan foto features ini bisa kapan-kapan tergantung sang media. Foto tipe
ini misalnya foto-foto human interest tentang perempuan tua yang membawa kayu
bakar, tukang becak yang tidur pulas dll.
Kategori keempat
adalah foto ilustrasi. Foto jenis ini adalah foto yang paling rendah kelasnya
dalam foto jurnalistik. Kalau perlu, tidak jadi dimuat juga tidak apa-apa.
Jenis ini misalnya foto orang main Play Station untuk melengkapi tulisan
tentang wabah Play Station. Kalau saja sang foto tidak jadi dimuat, sang
tulisan tetap bisa berdiri sendiri. Sebuah foto ilustrasi sering diganti gambar
ilustrasi yang dibuat ilustrator.
No comments:
Post a Comment