Perkembangan
Demokrasi di Indonesia
Nama anggota kelompok :
1. Awalya
Hafifah (06)
2. Rifky
Krismantoro (29)
3. Septiana
Dwinita F. (30)
4. Sheila
Natania P. (31)
5. Ulfa
Amalia (32)
SMA NEGERI 1 BLITAR
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Perkembangan Demokrasi
di Indonesia
Sejak negara ini terbentuk pasca
proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, sudah ada beberapa macam
demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia, antara lain :
1.
Demokrasi Parlementer
(Liberal)
Pada masa berlakunya
Demokrasi Parlementer (1945-1959), kehidupan politik dan pemerintahan tidak
stabil sehingga program suatu kabinet tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan
berkesinambungan. Salah satu faktor penyebab ketidakstabilan tersebut adalah
sering bergantinya kabinet yang bertugas sebagai pelaksana pemerintahan.
Misalnya, selama tahun 1945-1949 dikenal beberapa kabinet antara lain Kabinet
Syahrir I, Kabinet Syahrir II, dan Kabinet Amir Syarifudin. Sementara itu, pada
tahun 1950-1959, umur kabinet kurang lebih hanya satu tahun dan terjadi tujuh
kali pergantian kabinet, yaitu Kabinet Natsir, Sukimin, Wilopo, Ali Sastro
Amidjojo I, Burhanudin Harahap, Ali Sastro Amidjojo II, dan Kabinet Djuanda.
Namun demikian praktek demokrasi pada
masa ini dinilai gagal disebabkan :
o Dominannya partai
politik
o Landasan sosial
ekonomi yang masih lemah
o Tidak mampunya
konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan
itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
o Bubarkan konstituante
o Kembali ke UUD 1945
tidak berlaku UUDS 1950
o Pembentukan MPRS dan
DPAS
1. Demokrasi Terpimpin
Istilah Demokrasi
Terpimpin untuk pertama kalinya dipakai secara resmi dalam pidato Presiden
Soekarno pada 10 November 1956 ketika membuka sidang konstitunte di Bandung.
Menurut Soekarno,
demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Dari format politik yang kelihatannya
demokratis itu, dalam prateknya pada masa itu lebih terlihat mengarah kepada
otoriter yang memusatkan kekuasaannya pada Presiden saja yang ditandai dengan
pembetukan kepemimpinan yang inkonstitusional dengan keluarnya TAP MPR No.
III/MPR/1963 tentang pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup
dan membatalkan masa jabatan Presiden 5 tahun dalam UUD 1945. Sementara untuk
pers yang dianggap menyimpang dari “rel revolusi” ditiadakan
dan dibredel.
Demokrasi Terpimpin
memiliki kelebihan yang dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat
pada waktu itu. Hal itu dapat dilihat dari ungkapan Bung Karno ketika
memberikan amanat kepada konstituante pada 22 April 1959 tentang pokok-pokok
Demokrasi Terpimpin yang antara lain adalah sebagai berikut:
a)
Demokrasi Terpimpin bukanlah diktator, berlainan dengan Demokrasi Sentralisme,
dan berbeda pula dengan Demokrasi Liberal yang dipraktekkan selama ini.
b)
Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar
hidup bangsa Indonesia.
c)
Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan
kemasyarakatan yang meliputi bidang politik, ekonomi, dan sosial.
d) Inti pimpinan dalam
Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan, bukan oleh perdebatan dan penyiasatan yang diakhiri dengan
pengaduan kekuatan dan penghitungan suara pro dan kontra.
e) Oposisi
dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan yang membangun diharuskan dengan
alam Demokrasi Terpimpin. Inti Demokrasi Terpimpin adalah yang penting ialah
para permusyawaratan yang dipimpin dengan hikmat kebijaksanaan.
Penyimpangan masa demokrasi
terpimpin antara lain:
a)
Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
b) Peranan
Parlemen lemah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR
c) Jaminan
HAM lemah
d) Terjadi
sentralisasi kekuasaan
e)
Terbatasnya peranan pers
f)
Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Demokrasi pada Masa Orde Baru
Pada tanggal 12 Maret, Jenderal Soeharto
dilantik dan diambil sumpahnya sebagai presiden RI. Dengan pelantikan Soeharto
sebagai Presiden tersebut, secara legal formal Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
yang kemudian dinamakan Orde Lama berakhir. Pemerintahan baru dibawah
kepemimpinan Presiden Soeharto yang kemudian disebut Orde Baru pun dimulai
menjalankan pemerintahannya.
Orde Baru bertekad akan melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi
harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III,
IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Landasan formal
periode ini adalah Pancasila, UUD 1945, dan Ketetapan MPR/MPR dalam rangka
untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi pada masa
demokrasi Terpimpin.
Pada awal pemerintahan orde baru partai
politik dan media massa diberi kebebasan untuk melancarkan kritik dengan
mengungkapkan realita di dalam masyarakat. Namun sejak dibentuknya format yang
baru dituangkan dalam UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tahun
1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD menggiring masyarakat
Indonesia ke arah otoritarian. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
pengisian seperti anggota MPR dan seperlima anggota DPR dilakukan melalui
pengangkatan secara langsung oleh Presiden tanpa melalui Pemilu.
Demokrasi Pancasila
pada kepemimpinan Soeharto, stabilitas keamanan sangat dijaga sehingga terjadi
pemasungan kebebasan berbicara. Namun tingkat kehidupan ekonomi rakyat relatif
baik. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai tukar dan alokasi subsidi
BBM sehingga harga-harga barang dan jasa berada pada titik keterjangkauanmasyarakat secara umum.
Namun demikian penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin parah
menjangkiti pemerintahan. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata
menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah
terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadi pada bulan Mei 1998.
Masa demokrasi Pancasila era orde baru
yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial,.
Namun dalam perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap
lembaga-lembaga negara yang lain, ditandai dengan mengukuhkan dominasi peranan
ABRI dan Golongan Karya dalam kancah politik sebagai kekuatan utama Presiden.
Selama orde baru,
partai politik tidak mempunyai otonomi internal. Sedangkan media massa selalu
dibayang-bayangi pencabutan surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP). Sedangkan
rakyat tidak diperkenankan menyelenggarakan aktivitas sosial politik tanpa izin
dari pemerintah. Praktis demokrasi pancasila pada masa ini tidak berjalan
sesuai dengan yang dicita-citakan, bahkan cenderung ke arah otoriatianisme atau
kediktatoran.
Berakhirnya masa orde baru
ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden
BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi
berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
a)
Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
b)
Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
c) Tap MPR
RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN
d) Tap MPR RI
No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
RI
e)
Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
Derap reformasi yang
mengawali lengsernya Orde Baru pada awal tahun 1998 pada dasarnya merupakan
gerak kesinambungan yang merefleksikan komitmen bangsa Indonesia yang secara
rasional dan sistematis bertekad untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar
demokrasi. Nilai-nilai dasar tersebut antara lain berupa sikap transparan dan
aspiratif dalam segala pengambilan keputusan politik, pers yang bebas, sistem
pemilu yang jujur dan adil, pemisahan TNI dan POLRI, sistem otonomi daerah yang
adil, dan prinsip good governance yang
mengedepankan profesionalisme birokrasi lembaga eksekutif, keberadaan badan
legislatif yang kuat dan berwibawa, kekuasaan kehakiman yang independen,
partisipasi masyarakat yang terorganisasi dengan baik, serta penghormatan
terhadap supremasi hukum.[4]
Masa demokrasi
Pancasila era reformasi, dengan berakar pada kekuatan multipartai yang berusaha
mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga Negara, antara eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol
sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru.[5]
Berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan praktek pelaksanaan demokrasi tersebut, terdapat beberapa perubahan
pelaksanaan demokrasi pada orde reformasi sekarang ini, yaitu:
a)
Pemilihan umum yang lebih demokratis
b) Partai
politik yang lebih mandiri
c)
Pengaturan HAM
d) Lembaga
demokrasi yang lebih berfungsi
Adapun ciri-ciri
khusus yang membedakan demokrasi pancasila di era orde baru dan era reformasi ini adalah
kandungan yang terdapat dalam demokrasi pancasila di era reformasi itu sendiri,
yaitu:
o Aspek formal, yakni
menunjukkan segi proses dan cara rakyat berpartisipasi dalam
penyelenggaraan negara, yang kesemuanya
sudah diatur oleh undang-undang maupun peraturan-peraturan pelaksanaan yang
lainnya.
o Aspek kaidah atau
normatif, yang berarti bahwa Demokrasi Pancasila di era reformasi mengandung
seperangkat kaidah yang menjadi pembimbing dan aturandalam bertingkah laku yang mengikat negara dan warga
negara dalam bertindak dan melaksanakan hak dan kewajiban serta wewenangnya.
o Aspek materil, yaitu
adanya gambaran manusia yang menegaskan pengakuan atas harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk Tuhan dan memanusiakan
warga negara dalam masyarakat negara kesatuan republik Indonesia dan masyarakat
bangsa-bangsa di dunia.
o Aspek organisasi yang
menggambarkan adanya perwujudan demokrasi pancasila dalam bentuk organisasi pemerintahan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
o Aspek semangat atau
kejiwaan di mana demokrasi pancasila memerlukan warga
negara Indonesia yang berkepribadian peka terhadap apa yang menjadi hak dan
kewajibannya, berbudi pekerti luhur, dan tekun serta memiliki jiwa pengabdian.
o Aspek tujuan, yaitu
menunjukkan adanya keinginan atau tujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia
yang sejahtera dalam negara hukum, negara
kesejahteraan, negara bangsa, dan negara yang memiliki kebudayaan.
No comments:
Post a Comment